KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Rektor Unila Karomani sebagai tersangka kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila) 2022.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, penetapan status tersangka ini dilakukan usai ditemukannya bukti yang cukup kuat saat penyelidikan.
"KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan empat tersangka," ujarnya, dikutip dari Antara.
Rektor Unila Karomani diduga menerima sejumlah uang untuk meluluskan calon mahasiswa baru di Unila yang mengikuti seleksi jalur mandiri pada 2022.
Lantas berapa besaran suap rektor unila untuk meluluskan satu mahasiswa baru di kampusnya?
Baca juga: Mengintip Harta Kekayaan Rektor-Warek I Unila yang Tersandung Kasus Suap Penerimaan Mahasiswa Baru
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebutkan, besaran suap yang diterima oleh Rektor Unila Karomani cukup beragam.
Besaran suap tersebut berkisar mulai dari Rp 100 juta sampai Rp 300 juta.
"Nominal uang yang disepakati antara pihak KRM diduga jumlahnya bervariasi, dengan kisaran minimal Rp 100 juta sampai Rp 350 juta untuk setiap orangtua peserta seleksi yang ingin diluluskan," terangnya, dilansir dari Kompas.com, (21/8/2022).
Menurut Ghufron, Karomani mendapatkan uang suap tersebut saat Seleksi Mandiri Masuk Unila (Simanila) tahun akademik 2022 digelar.
Sebagai rektor, dia memiliki kewenangan mengatur mekanisme seleksi dan memilih mahasiswa yang lulus dalam seleksi tersebut.
Baca juga: Sederet Fakta OTT Rektor Unila Diduga Terima Suap Rp 5 Miliar Saat Penerimaan Mahasiswa Baru
KPK juga menetapkan 3 nama lainnya yang juga menjadi tersangka. Dua di antaranya merupakan jajaran pejabat di Unila, sementara satu di antaranya dari pihak swasta.
Mereka adalah Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB), dan pihak swasta pemberi suap Andi Desfiandi (AD).
Atas perbuatannya itu, ketiga jajaran pejabat di Unila selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara AD sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.