KOMPAS.com - Masyarakat akan kembali mudik pada lebaran 2022 ini, setelah hampir dua tahun mudik dilarang.
Pemerintah kembali mengizinkan tradisi pulang kampung kembali dilaksanakan.
Namun, sebagaimana tren yang terjadi di tahun sebelumnya, apakah kasus Covid-19 akan kembali naik setelah mudik lebaran?
Berikut penjelasan dari epidemiolog:
Baca juga: Apakah Libur Panjang Mudik Lebaran 2022 Berpotensi Memicu Lonjakan Covid-19?
Epidemiolog Griffith University sekaligus Praktisi Global Health Security Dicky Budiman menjelaskan, potensi itu sesungguhnya masih ada dan bisa saja terjadi.
Ia mengatakan, potensi penularan meningkat seiring mobilisasi dan interaksi yang besar.
"Bahwa akan ada potensi peningkatan, iya jelas. Karena bagaimanapun pertama, prinsipnya setiap pergerakan manusia, bahkan di luar (kondisi) wabah, itu sahabat dekat dari penyebaran penyakit yang menular," jelas Dicky kepada Kompas.com, Minggu (17/4/2022).
Hanya saja, potensi peningkatan kasus ini bisa dikatakan tidak sebesar potensi di waktu-waktu sebelumnya.
Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia sudah divaksinasi Covid-19 dosis lengkap.
Dengan demikian, jumlah orang yang memiliki imunitas terhadap virus corona sudah jauh lebih tinggi dibandingkan pada 2020 atau 2021.
"Artinya potensi itu mengecil. Ditambah lagi jika ada penguatan di kriteria, protokol kesehatan, termasuk di aspek kesehatan lingkungannya," jelas Dicky.
Selain soal imunitas, sektor pelayanan kesehatan juga saat ini terbilang lebih siap dan berpengalaman dibandingkan pada awal pandemi dulu.
Baca juga: Gejala Varian Baru Corona XE pada Orang yang Sudah Divaksin
Dicky mengingatkan, ada sekitar 20 persen penduduk yang belum punya kekebalan atau antibodi melawan virus karena belum divaksin, belum pernah terinfeksi, atau sudah divaksin/pernah terinfeksi, tetapi antibodi yang dihasilkan menurun.
Mereka terdiri dari para lansia, penderita penyakit komorbid, anak usia di bawah 5 tahun, termasuk bayi yang baru lahir.
"Dan di antara 20 persen populasi ini umumnya merupakan kelompok yang paling berisiko, oleh karena itu, peningkatan kasus besar potensinya dikontribusi oleh kelompok yang rawan ini yang 20 persenan ini," jelasnya.