KOMPAS.com - Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) diwacanakan akan naik pada 1 April 2022. Adapun besaran kenaikannya, dari yang semula 10 persen menjadi 11 persen.
Naiknya tarif PPN menyusul disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Berdasarkan amanat UU, tarif PPN 11 persen akan berlaku mulai 1 April 2022,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor, dilansir dari pemberitaan Kontan (11/3/2022).
Sementara UU HPP sendiri, mengatur kenaikan PPN menjadi 11 persen per 1 April 2022, kemudian akan disusul kenaikan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Meroket akibat Invasi Rusia, Mungkinkah Ada Kelangkaan Jilid 2?
Tujuan kenaikan tarif PPN ini sebagai upaya meningkatkan penerimaan pajak dan menciptakan kesetaraan dalam pembayaran pajak.
Namun, kenaikan tarif PPN 11 persen rupanya ditolak oleh sebagian besar masyarakat.
Hal tersebut dapat dilihat dari survei nasional oleh Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA), yang menghasilkan sekitar 77,37 persen responden menolak.
Dari angka tersebut, 28,75 responden menganggap kenaikan PPN akan menghambat pemulihan ekonomi, dilansir Kompas.com (13/10/2021).
Baca juga: Besaran PPN, PPh, dan Cukai Rokok yang Naik Mulai 2022
Lantas, apa dampak kenaikan PPN bagi masyarakat?
Ekonom sekaligus direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, penyesuaian PPN menjadi 11 persen diperkirakan akan mendorong inflasi pada April 2022 berada di atas 1,4 persen secara bulanan.
Selain itu, kenaikan PPN juga akan berpengaruh pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik untuk nonsubsidi, serta penyesuaian harga liquefied petroleum gas (LPG) nonsubsidi untuk kesekian kalinya.
“Karena melihat pergerakan harga minyak mentah dunia sudah di atas 118 dollar AS per barrel. Jadi ini salah kekhawatiran berlanjutnya tren harga energi global yang meningkat di tengah tren invasi Ukraina,” terang Bhima saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (12/3/2022).
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina, Kenaikan Harga Pangan Global, dan Ancaman Kelaparan Dunia
Inflasi nantinya juga bisa membuat bank sentral melakukan penyesuaian suku bunga lebih cepat.
Suku bunga acuan yang lebih cepat dinaikkan, menurut Bhima akan berdampak juga pada kenaikan biaya produksi di level produsen dan dapat diteruskan hingga ke level konsumen.