KOMPAS.com - Epidemiolog asal Griffith University Australia Dicky Budiman memprediksi, puncak gelombang Omicron akan jatuh sekitar akhir Februari hingga awal Maret 2022.
Dicky menyebut, puncak gelombang identik dengan jumlah kasus infeksi yang mulai melandai.
Penyebaran infeksi virus corona varian Omicron dikatakan berada di puncak saat sudah berada di titik jenuh.
“Bukan tidak menyebar lagi, tapi sudah di jumlah yang paling banyak. Kalau analoginya, sudah setengah dari penduduk itu yang sudah kena,” katanya saat dihubungi Kompas.com (16/2/2022).
Saat mencapai titik tertinggi, imbuh Dicky, karena sudah menyentuh sekitar setengah dari jumlah penduduk, lama-kelamaan grafik akan turun atau melandai dengan sendirinya.
“(Kasus infeksi) berkurang dari yang sebelumnya naik, ini turun,” ujar Dicky.
Baca juga: Berikut Gejala Omicron dan Pengobatannya
Merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan terkait DKI Jakarta yang telah melewati puncak Omicron (konferensi pers evaluasi PPKM, Senin, 14/2/2022), Dicky menyangkalnya.
Menurutnya, meski beberapa hari terakhir penambahan kasus Covid-19 harian sedikit menurun, namun hingga kini DKI belum melewati masa puncak Omicron.
“Kalau saya melihatnya belum (melewati puncak Omicron). Untuk mendapatkan satu kasus positif tidak banyak yang dites, bisa kurang dari 10. Dan test positivity rate-nya masih jauh di atas 5 persen,” kata Dicky.
Baca juga: Kenali Perbedaan Gejala Omicron dengan Flu Biasa, Apa Saja?
Dicky melanjutkan, tidak mudah untuk menyatakan sebuah daerah telah melewati puncak kasus Omicron. Hal tersebut harus didasarkan pada data yang komprehensif.
Apalagi menurutnya, belajar dari pengalaman beberapa negara, kasus Omicron cenderung fluktuatif. Meski grafik terlihat turun, ada kemungkinan angkanya akan naik lagi.
Namun, perlu diingat bahwa saat sudah selesai mencapai puncak pun, belum berarti Omicron langsung selesai.
“Tren di beberapa negara, bisa naik lagi dan agak lama turunnya. Masing-masing daerah akan memiliki puncak berbeda. Lain halnya dengan Delta yang bersamaan,” imbuhnya.
Baca juga: Ketahui, Ini Ciri dan Gejala Penularan Omicron
Untuk memprediksi masa puncak, kata Dicky, ada banyak sekali variabel yang perlu dihitung dan bukan hanya dilihat dari kasus infeksi harian saja.
Seperti di antaranya, seberapa banyak penduduk yang rawan infeksi di suatu wilayah, serta bagaimana perilaku berobat dari masyarakat.
Selain itu, juga seberapa banyak penduduk yang sudah melakukan vaksinasi dan booster, serta bagaimana perilaku kepatuhan penduduk terhadap 5M (mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas).
Tak hanya itu, Dicky juga menyebut bahwa respons dan strategi pemerintah ikut sebagai variabel dan akan memengaruhi kapan datangnya masa puncak Omicron.
“Itu banyak sekali faktor yang masuk dalam pertimbangan. Dan nanti kita akan melihat artinya dari testing-nya pemerintah. Karena di situ kita bisa melihat dari kasus infeksinya,” papar Dicky.
Baca juga: Apakah Varian Omicron Meningkatkan Kasus Kematian di Indonesia?