BERBICARA tentang perbatasan negara selalu saja akan sangat menarik. Salah satu hal penting tentang perbatasan, karena banyak sekali peperangan yang terjadi sepanjang sejarah umat manusia yang penyebabnya adalah “border dispute” atau sengkata perbatasan.
Itu salah satu sebab isu perbatasan negara menjadi sensitif dan penting untuk memperoleh perhatian yang serius.
Isu perbatasan melekat erat pada luas wilayah kekuasaan sebuah negara.
Bagi negara berbentuk “land locked”, tidak memiliki wilayah perairan, maka wilayah perbatasannya akan lebih mudah untuk dikelola.
Tidak demikian halnya bagi negara yang memiliki wilayah perairan atau lautan atau bahkan berbentuk kepulauan.
Penentuan garis perbatasan negara kepulauan, seperti Indonesia menjadi tidak sederhana kalau kita tidak ingin mengatakannya sebagai “rumit” atau complicated.
Contoh sederhana adalah tentang kasus Sipadan dan Ligitan.
Begitu Malaysia memperoleh pengakuan internasional terhadap pulau Siapadan dan Ligitan, maka wilayah teritori kekuasaan Malaysia berkembang hingga 12 mi laut dari garis pantai kedua pulau tersebut (sesuai ketentuan Internasional).
Lebih jauh lagi, konon kabarnya, banyak garis perbatasan negara kita yang masih belum “clear” tertuang dalam perjanjian antar negara dalam bentuk kesepakatan bersama yang mengikat.
Sayup sayup masih terdengar beberapa berita tentang patok-patok marka perbatasan Indonesia di Kalimantan dan Papua yang berpindah tempat “sendiri”.
Itu semua hanya beberapa hal saja yang memperlihatkan betapa tidak sederhananya masalah tentang perbatasan sebuah negara.
Ini hanya beberapa hal saja yang merefleksikan “rumit”-nya masalah garis perbatasan sebuah negara.
Ini hanya beberapa hal saja yang membuat garis perbatasan sebuah negara mudah memicu terjadinya “sengketa” perbatasan.
Sengketa perbatasan yang banyak sekali menyebabkan terjadinya perang antar negara.
Dengan demikian sangat masuk akal bahwa setiap negara akan memberikan perhatian yang serius terhadap garis perbatasan negaranya.