Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Mau Pakai APBN, Apa Dampaknya?

Kompas.com - 12/10/2021, 12:06 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kini boleh memakai dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Diberitakan Kompas.com, Minggu (10/10/2021), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinuligga menjabarkan apa alasannya.

Menurut dia, kondisi keuangan para pemegang saham perusahaan konsorsium proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung mengalami kemacetan akibat pandemi Covid-19.

Baca juga: Kata Satgas Covid-19 soal PeduliLindungi yang Tak Lagi Jadi Syarat Naik Kereta dan Pesawat

Awalnya proyek ini direncanakan memakan biaya 6,07 miliar dollar AS ekuivalen Rp 86,5 triliun, tetapi kini menjadi sekitar 8 miliar dollar AS atau setara Rp 114,24 triliun.

Walhasil, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021, yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Beleid yang diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu merevisi sejumlah ketentuan, di antaranya pendanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung pakai APBN, dari sebelumnya sempat tidak diperbolehkan.

Baca juga: Viral, Video Detik-detik Seorang Perempuan Tewas Tertabrak Kereta Api Sesaat Setelah Selfie di Rel

Dampak menggunakan APBN

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, pembangunan di daerah, utamanya di luar Jawa masih membutuhkan dana yang tidak sedikit, khususnya dari APBN.

Pada rentang 2014-2019, kata Bhima, pemerintah menargetkan pembangunan infrastruktur pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) di pedesaan sebanyak 11,1 juta sambungan rumah (22.647 desa).

Kemudian pembangunan 24 pelabuhan strategis untuk tol laut dengan nilai Rp 243 triliun, ditambah 13 kawasan industri dan sarana pendukungnya di luar Jawa yang jika ditotal kebutuhan anggarannya Rp 55,4 triliun.

"Ini menjadi masalah ketika proyek Kereta Cepat didanai oleh APBN, berarti bisa mengancam alokasi dana pemerintah di proyek-proyek yang ada di luar Jawa," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/10/2021).

Baca juga: Viral, Video Railfans Berdiri di Tengah Rel demi Rekam Momen Kereta Melintas, Begini Kata PT KAI

Penyelesaian pemasangan girder box sesi pertama Kereta Cepat Jakarta Bandung, di wilayah Telukjambe Barat, Karawang, Jumat (28/5/2021).KOMPAS.COM/FARIDA Penyelesaian pemasangan girder box sesi pertama Kereta Cepat Jakarta Bandung, di wilayah Telukjambe Barat, Karawang, Jumat (28/5/2021).

Jebakan utang

Dampak berikutnya, menurut Bhima, yakni adanya beban terhadap utang pemerintah yang meningkat secara langsung maupun tidak langsung.

Ia mengatakan, meski konsorsium yang menerbitkan utang dengan jaminan pemerintah sekalipun, akan terdapat risiko kontijensi, yaitu risiko yang muncul ketika BUMN mengalami tekanan, dan berakibat pada neraca anggaran pemerintah.

Hal itu yang disebut sebagai debt trap atau dengan kata lain jebakan utang.

"Dibuat proyek yang secara feasibility study atau studi kelayakan bermasalah, biaya proyek membengkak, kemudian ujungnya pemerintah harus turun tangan," tutur Bhima.

"Akhirnya kesulitan melanjutkan proyek ini menyita pajak masyarakat plus utang baru," imbuh dia.

Baca juga: Video Viral Cara Menghentikan Kereta Api, Ini Kata KAI

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com