Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Camelia Pasandaran
Dosen Prodi Jurnalistik UMN

Mantan jurnalis media online. Saat ini bekerja sebagai dosen di Prodi Jurnalistik, Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ia sedang menyusun disertasi di Program Pascasarjana, Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia. Minat risetnya adalah kajian media, jurnalisme dan isu keberagaman.

Foto Close Up Jasad Teroris, Perlukah Muncul di Media?

Kompas.com - 01/04/2021, 12:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

VIDEO penyerangan Mabes Polri bermunculan tak lama setelah peristiwa ini terjadi pada Rabu sore, 31 Maret 2021. Tiap video menampilkan rentetan peristiwa secara mendetail hingga akhirnya si penyerang tewas.

Beberapa jam kemudian, foto jasad terduga teroris lengkap dengan close-up wajahnya yang terpercik darah muncul di salah satu berita media daring besar. Tertulis di bawah foto, sumber gambar: istimewa.

Biodata terduga teroris juga menyertai foto tadi, lengkap hingga keterangan tempat tinggalnya.

Satu jam setelahnya Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi menyatakan pihaknya memulai patroli di dunia maya buat merazia konten video atau foto penyerangan di Mabes Polri itu.

Alasannya, konten video atau foto yang menampilkan aktivitas kekerasan dan gambar korban, bisa menimbulkan keresahan publik.

Baca juga: Kominfo Pantau Foto dan Video Sensitif Terkait Penyerangan Mabes Polri

Foto atau video yang menampilkan kekerasan memang memicu kontroversi di ranah media karena memang tidak selalu ada aturan soal pemuatannya.

Pada Pedoman Media Siber misalnya, hal ini tidak diatur secara khusus walau foto seperti ini kerap muncul, mulai dari aksi kriminalitas, kecelakaan, hingga kasus terorisme.

Ada dua sisi yang punya pandangan berbeda terhadap visual bermuatan kekerasan. Sama seperti prinsip kerja jurnalisme cover both sides, ada baiknya redaksi juga perlu menimbang dua perspektif pada khalayak sebelum memutuskan menayangkannya.

Kelompok pertama adalah yang melihat media yang menayangkan foto kekerasan sejatinya hanya menampilkan realitas yang ada. Tidak semua realitas berisi keindahan. Ada realitas yang membuat orang marah, sedih, atau takut.

Kekerasan yang terjadi di masyarakat perlu juga ditampilkan, karena memang itulah kenyataannya. Menyembunyikannya justru bisa membuat masyarakat malah abai terhadap kenyataan yang ada.

Di lain sisi, ada mereka yang berpendapat foto semacam ini tidak manusiawi untuk ditayangkan. Atau seperti Kominfo yang berpandangan bahwa foto itu bisa menimbulkan keresahan publik.

Sisi Ketiga: Apa Pentingnya Foto Kekerasan dan Korban?

Kedua pandangan tadi layaknya dua sisi mata uang yang bertolak belakang. Tapi tentu saja ada sisi ketiga: perspektif jurnalisme atau pertimbangan internal dari redaksi menelaah apakah ada nilai berita dari foto tersebut.

Pertanyaan ini bisa langsung dijawab, foto mayat tersebut punya nilai berita. Setidaknya foto itu memenuhi kriteria aktualitas berita.

Namun proses pengambilan keputusan memunculkan foto seharusnya tidak berhenti sampai di situ. Apakah karena foto tersebut memiliki nilai berita, maka ia serta-merta layak ditayangkan?

Inilah pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang semestinya dijawab oleh media sebelum menayangkan foto bermuatan kekerasan:

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Tren
Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Tren
Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com