Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Video Viral Memasak Nasi Dicampur Agar-agar Bubuk, Ini Kata Ahli Gizi

Kompas.com - 16/03/2021, 16:05 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah unggahan video tentang tips memasak nasi yang harum, viral di Twitter pada Senin (15/3/2021).

Dalam video tersebut dijelaskan proses memasak nasi seperti biasa, namun kemudian ditambahkandengan sebungkus agar-agar bubuk. Dengan cara memasak tersebut, diklaim nasi bisa lebih harum.

Pengunggah @txtdrkuliner mengunggah video yang berasal dari Tiktok @jktfoodhunting.

Hingga Selasa siang, twit tersebut telah disukai lebih dari 23.600 kali dan dibagikan ulang lebih dari 4.500 kali.

Baca juga: Ramai soal Natrium pada Mi Instan, Apa Saja Pengaruhnya bagi Tubuh?

Bagaimana penjelasan ahli gizi?

Kandungan serat

Dokter sekaligus ahli gizi komunitas dr Tan Shot Yen menjelaskan pada dasarnya mencampurkan agar-agar bubuk ke dalam nasi putih bisa dilakukan. Hal itu telah dilakukan sejak lama.

Dia menjelaskan nasi sudah biasa dicampur dengan bahan-bahan lainnya.

"Masalahnya bukan boleh atau tidak. Sebab nasi pun bisa dicampur macam-macam. Ditambah santan jadi nasi uduk atau nasi liwet. Ditambah rempah jadi nasi kebuli," katanya pada Kompas.com, Selasa (16/3/2021).

Baca juga: 12 Makanan yang Mengandung Serat Larut Tinggi

Dengan menambah agar-agar dianggap akan menambah kandungan serat. Tapi, menurut Tan itu tidak sepenuhnya benar.

"Agar-agar cuma sebatas serat larut. Tidak ada serat tidak larutnya," kata Tan.

Dia menjelaskan, agar-agar bubuk adalah produk ultra proses dan hanya serat larut. Sehingga tidak bisa menggantikan sumber alam yang dibutuhkan manusia.

Nasi putih dan diabetes

Tan justru lebih menyoroti mengenai kandungan gizi pada nasi putih.

"Ada masalah dengan nasi putih. Ada studi yang mengaitkan nasi putih 3 kali sehari dengan risiko diabetes," tuturnya.

Menurut studi tersebut, konsumsi nasi putih yang tinggi dikaitkan dengan risiko diabetes 20 persen lebih tinggi (95 persen, CI 3 persen hingga 41 persen) dibandingkan dengan konsumsi beras rendah.

Namun, perkiraan risiko berbeda menurut wilayah, dengan risiko 65 persen lebih tinggi untuk konsumsi beras tinggi versus rendah di Asia Selatan dan tidak ada hubungan substansial di China.

Baca juga: 3 Gejala Tidak Biasa Penyakit Diabetes yang Perlu Diwaspadai

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com