KOMPAS.com - Uni Emirat Arab dan Bahrain secara resmi membuka hubungan diplomatik dengan Israel beberapa waktu yang lalu.
Normalisasi hubungan keduanya ini menyusul Mesir dan Yordania yang terlebih dahulu menjalin kesepakatan damai masing-masing pada 1979 dan 1994.
Tak hanya UEA dan Bahrain, tiga negara Timur Tengah lain disebut akan menyusul langkah tersebut.
Perdana Menteri Palestina Muhammad Shtayyeh menganggap normalisasi UEA dan Bahrain dengan Israel sebagai kekalahan bagi Liga Arab yang kini semakin terpecah.
Para pejabat Palestina juga umumnya memprotes kesepakatan itu sebagai hal yang memalukan dan menodai perjanjian damai 2002 yang diprakarsai oleh Arab Saudi.
Lantas, bagaimana nasib kemerdekaan Palestina, seiring kesepakatan damai sejumlah negara Arab itu?
Baca juga: Normalisasi Hubungan UEA-Bahrain dengan Israel Tak Pengaruhi Sikap Indonesia terhadap Palestina
Guru Besar Kajian Timur Tengah Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Ibnu Burdah, MA, mengatakan, posisi Palestina untuk mencapai kemerdekaan semakin sulit dengan adanya normalisasi hubungan itu.
"Jadi posisi Palestina ini semakin sulit, apalagi langkah negara-negara arab ini terbilang egois," kata Burdah saat dihubungi Kompas.com, Jumat (18/9/2020).
Meski UEA menganggap normalisasi itu sebagai upaya untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina, Burdah menganggap negara itu tak akan mampu mendikte Israel.
Menurut dia, selama ini proses negosiasi biasanya melibatkan Amerika Serikat, PBB, Rusia, dan Uni Eropa.
Burdah menjelaskan, jika langkah normalisasi itu diikuti oleh negara-negara Arab lainnya, maka upaya negosiasi damai akan sulit terwujud karena Israel tak lagi memiliki kepentingan dengan Palestina.
Selama ini, kepentingan Israel di Palestina adalah menginginkan keamanan dari negara sekitar yang membenci mereka.
Baca juga: Palestina: UEA Tidak Berhak Ikut Campur Urusan Masjid Al Aqsa
Di sisi lain, kepentingan Palestina adalah menuntut keadilan atas hak-hak mereka yang telah dirampas oleh Israel.
"Kalau semua negara Arab itu mengambil langkah serupa dengan Bahrain dan UEA, ya Israel merasa tidak butuh lagi untuk bernegosiasi dengan Palestina," kata dia.
"Israel yang dicemaskan itu kan kawasan sekitarnya yang sangat benci kepada mereka, padahal posisinya tepat di tengah negara-negara itu," lanjut Burdah.