Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Ternyata Susi Pudjiastuti Tidak Keliru

Kompas.com - 03/09/2020, 10:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


KETIKA menjadi Menteri Perikanan dan Kelautan, Susi Pudjiastuti dikecam bahkan didemo akibat kebijakannya yang dianggap lebih berpihak pada nelayan tradisional yang menggunakan teknologi tradisional ketimbang nelayan modern yang menggunakan teknologi modern.

Di tengah kemelut gelombang pelecehan terhadap apa yang disebut tradisional akibat euforia pemberhalaan apa yang disebut modern, di masa kemelut pagebluk Corona yang terjadi setelah Susi dilengserkan dari jabatannya, secara kebetulan saya menyaksikan tayangan Smithsonian tentang kearifan warisan peradaban leluhur masyarakat Eskimo di negara bagian Alaska yang kerap dianggap bukan warga Amerika Serikat meski Alaska sudah resmi dibeli oleh Amerika Serikat dari Rusia.

Takjub dan terharu

Saya takjub campur terharu menyaksikan tayangan lembaga riset dan teknologi Smithsonian tentang teknologi tradisional masyarakat Eskimo yang silakan dihina sebagai kuno alias ketinggalan jaman namun terbukti secara tak terbantahkan telah mendukung keberadaan masyarakat Eskimo sejak dahulu kala sampai masa kini.

Secara andaikatamologis layak dikhawatirkan bahwa andaikata tidak ada teknologi tradisional yang dianggap ketinggalan jaman itu, mungkin sudah tidak ada masyarakat Eskimo di abad yang disebut modern ini.

Tanpa teknologi tradisional menangkap ikan di perairan yang tertutup es, masyarakat Eskimo sudah musnah.

Tanpa teknologi tradisional menangkap anjing laut serta singa laut serta menangkap burung laut dengan tongkat berjala, masyarakat Eskimo yang terpaksa carnivora demi bertahan hidup pasti sudah terpaksa berimigrasi ke kawasan yang lebih ramah dengan kemungkinan bercocok-tanam.

Maka sepenuhnya saya dapat mengerti dan membenarkan Susi Pudjiastuti mengkhawatirkan para nelayan tradisional akan punah akibat dikalahkan oleh para nelayan “modern”.

Teknologi trampolin

Saya makin takjub dan terharu melihat adegan tayangan Smtihsonian sebagai lembaga riset dan teknologi termodern di planet bumi masa kini tentang bagaimana masyarakat pribumi Alaska di masa kini masih menggunakan teknologi lompat tinggi dengan mendayagunakan teknologi trampolin yang terbuat dari kulit satwa yang dijahit menjadi satu lalu dipegang secara beramai-ramai oleh sesama warga pribumi Alaska.

Orang Alaska melompat di trampolin bukan demi sekedar bergembira-ria bermain trampolin namun demi dari ketinggian mampu melihat ada-tidaknya satwa (bukan ikan) paus berkeliaran di samudra sekitar Alaska agar bisa segera diburu oleh masyarakat pribumi Alaska sebagai bahan makanan mereka demi menanjutkan hidup mereka.

Pembangunan berkelanjutan

Silakan bilang bahwa sekarang apa yang disebut sebagai sains sudah menghadirkan teknologi deteksi paus secara lebih modern maka tidak selaras agenda pembangunan berkelanjutan sebagai pedoman pembangunan planet bumi abad XXI tanpa mengorbankan manusia dan alam sehingga berdampak mempercepat kepunahan paus ketimbang kearifan teknologi tradisional warisan kakek-nenek moyang masyarakat pribumi Alaska yang lebih diselaraskan dengan alam.

Maka mohon dimaafkan selama takjub dan kagum belum dilarang undang-undang, saya merasa takjub dan kagum terhadap teknologi tradisional masyarakat pribumi Alaska.

Sama halnya mohon dimaafkan bahwa saya kagum dan terharu serta masih ditambah bangga terhadap batik, candi, subak, angklung, pelog, slendro, keris, kujang, tahu, rendang, jamu mau pun teknologi tradisional para nelayan tradisional Nusantara sebagai warisan kearifan peradaban adiluhur leluhur bangsa Indonesia. Merdeka!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com