Era digital memang tak terhindarkan sebagai sebuah disrupsi atau kondisi zaman yang terinterupsi dengan teknologi digital, yang terhubung dengan data raya di jagat virtual.
Sifatnya yang melimpah, mudah, dan murah sekaligus canggih membuka kesempatan sekaligus tantangan.
Orang-orang kreatif dalam wilayah kultural, seperti seniman, desainer atau arsitek merespon tantangan perubahan-perubahan cepat itu dengan sigap. Setiap mantra reaktualisasi dan revisi realitas pada era sebelumnya diaggap sebagai aksi oposisi yang dinamis.
Oposisi menjadi semacam kondisi berseberangan atas relasi di antara dua proposisi, yang berhubungan dengan subyek yang sama: teknologi digital abad 21.
Orang-orang inilah yang membedakan dalam kualitas dan cara penggunaan teknologi itu dengan masa lalu, khususnya di era abad ke-20.
Beberapa konsep yang dianggap visi baru dalam wilayah seni, desain dan arsitektural adalah
penggunaan media baru pencahayaan, imej yang bergerak (moving image) sampai bentuk-bentuk sinematik yang interaktif berskala gigantik.
Selain itu, munculnya manipulasi digital (imej dan suara lewat perangkat elektro-digital dan bahasa program komputer) yang dianggap progres terkini membentuk kesadaran anyar antara yang ilusif dan yang fisik dengan piranti VR (virtual reality) atau XR (cross reality).
Pada teknologi berbasis visual, sejarah seni rupa berhutang pada sekitar 1960-an di Amerika Serikat tatkala sinyal elektronik menarik perhatian publik sebagai instrumen dan transmisi visual dengan konten kritik pada kehidupan global, teknologi itu sendiri, sampai konsumerisme pun kapitalisme melalui perangkat TV.
Saat itu, kita mengenal karya instalasi Magnet TV (1965), dengan seniman Nam June Paik yang kemudian tenar dengan konsep Video Art dalam paradigma seni media baru.
Bincang virtual Basri Menyapa kali ini, pada seri ke-5, Minggu Ke II Agustus 2020 menjadi menarik, bintang tamunya seorang desainer, Adi Panuntun.
Ia hadir menggunakan pendekatan trans-disiplin seni, dalamkarya-karyanya dengan latar desain arsitektur dalam digital multi-media serta peran utama penggunaan elemen cahaya, bahasa program digital compu-graphic pun modelling serta konsep sinematik.
Adi Panuntun adalah desainer sekaligus co-founder serta CEO PT Sembilan Matahari. Ia juga sebagai Chairman BCCF (Bandung Creative City Forum) yang mengaku bahwa dirinya dan tim Sembilan Matahari menghasilkan film yang dirancang dengan pendekatan baru, yakni: mengintegrasikan seni dan teknologi melalui pengalaman yang emosional.
"Metode melihat dengan secara berbeda melalui film’ akan merangsang sensifitas kesadaran dan perubahan positif pada publik,” ujarnya dalam wawancara.
“Kita mencoba melalui pendekatan lintas disiplin dalam memproduksi film dipadu kemampuan membuat coding/pemrograman kreatif, yakni mencakup kreasi audiovisual dan multimedia yang impresif, interaktif, dan spektakuler,” imbuhnya.
Dan menurut Adi, dalam kerangka pandang desain, maka ia percaya bahwa sebenarnya mengubah cara berpikir melalui film akan memberi hasil desain yang paling inovatif.