Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buka-bukaan soal Buzzer (5): Apakah Berbahaya bagi Demokrasi?

Kompas.com - 09/10/2019, 14:00 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi


Artikel ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya. Sebelum membaca, silakan baca dulu tulisan pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
_____________________________

KOMPAS.com – Pegiat media sosial Pepih Nugraha gusar dengan tajuk sebuah media yang menyebut buzzer pendukung Presiden Joko Widodo berbahaya bagi demokrasi.

Pepih tak sependapat dengan anggapan itu. Sebagai buzzer pendukung Jokowi, Pepih menilai tak ada yang salah dengan keberadaan buzzer.

Ia bahkan menulis di situsnya, Buzzer, The Death of Reporter, meminjam judul buku Tom Nichols, The Death of Expertise (2017).

"Media resah akan keberadaan buzzer. Padahal itu hal yang biasa dalam kehidupan. Semua perlu buzzer," ujar Pepih.

Hadirnya media sosial memang mengubah pembentukan opini publik. Jika dulu opini dibentuk lebih banyak dari media, kini opini bisa digiring oleh siapa saja.

Mereka yang "ditokohkan" di media sosial, adalah konsekuensi dari demokrasi di era digital. Bebas, luwes, dan tak terbebani kode etik, benarkah para buzzer mengancam demokrasi?

Post-truth

Dosen Komunikasi Universitas Indonesia Firman Kurniawan menilai buzzer hari ini melekat dalam praktik bisnis maupun politik. Alasannya, masyarakat berkembang jadi network society atau masyarakat jejaring.

"Perubahan ini didorong oleh massifnya pemanfaatan perangkat mobile yang intens digunakan masyarakat," kata Firman.

Pendorong kedua adalah banjirnya produksi informasi. Keadaan ini menyebabkan khalayak tidak punya waktu yang cukup untuk menilai informasi.

"Maka ketika dihadapkan pada keharusan untuk bersikap terhadap substansi informasi maka jalan keluar yang dilakukan adalah merujuk pada network: siapa saja yang pro maupun kontra pada pendapat," ujar Firman.

Dari banyaknya informasi yang tersedia, dipilihlah opini yang paling sesuai dengan preferensi karakteristik individu. Tidak perlu rumit terlibat pada substansi isi informasi.

Cukup merujuk pada sentimen yang tersedia di jaringan yang kita suka. Di sini, buzzer berperan mengamplifikasi informasi. Mereka mendengungkan informasi yang seolah banyak penyokongnya.

Di dalam masyarakat jejaring, pendapat yang banyak penyokongnya, akan cenderung makin membesar pusarannya.

Bukankah sesuatu dianggap benar, ketika banyak pihak menerimanya sebagai kebenaran?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com