Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Polusi dan Suhu, Warna Merah Topi Awan Gunung Lawu Karena Ini

Kompas.com - 03/10/2019, 15:00 WIB
Retia Kartika Dewi,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pagi ini, Kamis (3/10/2019), masyarakat yang tinggal di dekat Gunung Lawu menyaksikan keindahan warna merah yang muncul di puncak gunung dengan tinggi 3.265 mdpl ini.

Adapun kemunculan warna merah ini juga dibarengi dengan adanya fenomena topi awan yang disebut sebagai awan lentikular.

Namun, masyarakat awam belum paham tentang apakah warna merah di langit ini sama halnya dengan warna merah saat kejadian tingginya polusi udara di Jambi pada minggu lalu?

Astronom amatir, Marufin Sudibyo menjelaskan bahwa adanya warna merah di puncak Gunung Lawu merupakan peristiwa hamburan Rayleigh.

Diketahui, hamburan Rayleigh juga peristiwa yang terbentuk saat langit berwarna merah akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Jambi.

Baca juga: Seperti di Muaro Jambi, Langit Merah saat Senja Pertanda Polusi Udara Tinggi

Namun, kali ini Hamburan Rayleigh yang terjadi di Gunung Lawu bukan disebabkan karena tingginya suhu api atau adanya debu polusi yang memenuhi udara.

"Puncak gunung itu memerah bukan karena tingginya suhu api atau magma. Namun, akibat bekerjanya peristiwa fisika di atmosfer, yakni hamburan Rayleigh," ujar Marufin saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (3/10/2019).

Hamburan Rayleigh adalah hamburan elastis berkas cahaya oleh partikulat-partikulat submikro di udara yang ukurannya lebih kecil dibanding panjang gelombang cahaya tampak, sehingga hanya melewatkan spektrum cahaya tertentu saja.

Uap Air dan Debu

Dalam kasus warna merah di puncak Gunung Lawu ini, partikulat submikro yang menjadi penentu warna adalah uap air dan debu.

Meski begitu, Marufin menyebut partikulat tersebut bukan merupakan debu vulkanik.

Marufin menjelaskan, cahaya tampak memiliki panjang gelombang 0,4-0,7 mikron dan terdiri atas 7 warna cahaya pelangi yang bergabung menjadi satu sebagai cahaya putih.

"Saat berkas cahaya ini (termasuk cahaya matahari) melintasi ruang udara yang berisi partikulat-partikulat padat submikro dengan ukuran lebih kecil dari 1 mikron, maka terjadi proses Hamburan Rayleigh," ujar Marufin.

Ketika terjadi proses Hamburan Rayleigh, akibatnya sebagian warna cahaya terhambur ke mana-mana dan tidak meneruskan ke tujuan awal.

Muncul efek berbeda

Sementara, Marufin mengungkapkan bahwa kerapatan partikulat-partikulat submikro memiliki efek berbeda yang dimunculkan.

Jika kerapatannya lebih rendah, maka hanya gelombang pendek (spektrum cahaya biru dan sekitarnya) yang dihamburkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com