Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Elemen Emosional, Kesal, dan Kegelisahan Tertuang dalam Tagar #IndonesiaBerduka...

Kompas.com - 27/09/2019, 20:04 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tagar Indonesia Berduka atau #IndonesiaBerduka sempat menduduki trending di media sosial Twitter, Jumat (27/9/2019).

Twit bertagar #IndonesiaBerduka menunjukkan adanya rasa kesedihan terkait peristiwa demonstrasi yang terjadi sejak awal pekan lalu hingga menimbulkan korban jiwa.

Terakhir, dua orang mahasiswa Universitas Halu Oleo meninggal dunia diduga akibat tembakan peluru tajam.

Dari puluhan ribu twit bertagar #IndonesiaBerduka, sebagian besar mengungkapkan perasaan duka atas korban meninggal dunia, sedih, emosional, dan kekhawatiran melihat situasi akhir-akhir ini.

Dosen Psikologi Sosial Universitas Airlangga, Surabaya, Rizqy Amelia Zein, mengatakan, ungkapan bela sungkawa yang mengalir deras di media sosial melalui tagar ini karena adanya elemen emosional yang kuat.

Kekuatan emosi ini memudahkan suatu hal tersebar secara luas.

"Biasanya berita yang mudah viral, terus gerakan sosial yang cepat membesar, itu justru bukan menyentuh sisi rasionalitasnya manusia. Tapi ada elemen emosional, dia marah, dia kesal, dia gelisah, dan sebagainya," kata Amel saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/9/2019) sore.

Baca juga: Fadli Zon: Kalau Demo Mahasiswa Ditunggangi, Pasti Pelajar yang Menunggangi

Menurut dia, mungkin memang tak semua yang terjun dalam gerakan massa memahami substansi yang digugat.

Akan tetapi, hal ini merupakan satu bentuk kemarahan yang menular.

"Justru sebenarnya dengan trending ini menunjukkan adanya kemarahan yang luar biasa. Kemarahan ini bukan hanya dirasakan oleh kalangan tertentu ya, bukan hanya mahasiswa saja, tapi sebagian besar rakyat Indonesia marah sekali," ujar dia.

Amel menilai, pemerintah mengambil cara yang salah dalam menanggapi protes demonstrasi besar-besaran akhir-akhir ini.

Jika dibiarkan berlarut, menurut dia, hal ini dapat membuat demonstrasi berlanjut dengan gelombang kemarahan lebih besar.

Risikonya, jumlah korban jiwa akan bertambah banyak pula.

Menurut dia, sebenarnya kemarahan yang dirasakan oleh rakyat itu supaya demonstrasi tidak terjadi secara terus menerus.

Baca juga: Catatan untuk Polisi, Penanganan Aksi Tak Seharusnya Melibatkan Emosi

Hal ini dapat diwujudkan dengan mencari dan meredamkan sumber kemarahan, yaitu memenuhi tuntutan yang disuarakan.

"Redakan saja sumber kemarahannya, sumber kemarahannya jelas yang sudah disampaikan oleh teman-teman yang aksi kemarin. Tapi persoalannya langkah yang diambil pemerintah jauh dari tuntutan yang diberikan oleh masayrakat," papar dia.

Terlebih, sikap-sikap represif yang ditujukan kepada para demonstran malah membuat kemarahan semakin menjadi-jadi dan memungkinkan tindakan massa akan lebih beringas.

"Kalau mainin soal psikologi massa, kalau misalnya masyarakat semakin di represif maka semakin besar tekanannya. Justru sebenarnya pemerintah berenang bersama ombak, jadi jangan tambah ditekan. Kalau ditekan tambah besar," kata Amelia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com