Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengeboman Tokyo 1945, Serangan Udara Paling Mematikan dalam Sejarah

Kompas.com - 26/04/2024, 19:00 WIB
Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peristiwa pengeboman kota Tokyo di Jepang terjadi pada 9-10 Maret 1945.

Pengeboman Tokyo yang dilakukan oleh Amerika Serikat merupakan salah satu serangan akhir dalam Perang Dunia II.

Meski jarang dibicarakan, Pengeboman Tokyo sejatinya lebih dahsyat daripada serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang dilancarkan pada Agustus 1945.

Saking dahsyatnya, orang Jepang menyebut peristiwa ini sebagai "Malam Salju Hitam".

Dengan korban lebih dari 100.000 orang dalam waktu sekitar 24 jam, Pengeboman Tokyo disebut-sebut sebagai serangan udara paling mematikan dalam sejarah.

Baca juga: Proyek Manhattan, Program Rahasia di Balik Bom Hiroshima dan Nagasaki

Kronologi Pengeboman Tokyo

Oleh Angkatan Udara Amerika Serikat (USAAF), Pengeboman Tokyo diberi nama Operasi Meetinghouse.

Pengeboman ini dipimpin oleh Mayor Jenderal Curtis LeMay, yang mendapat tugas dari Komandan USAAF Jenderal Henry Hap Arnold.

Setelah melakukan serangkaian persiapan dan pengamatan, pada 8 Maret, LeMay mengeluarkan perintah untuk melancarkan serangan bom besar-besaran di Tokyo malam berikutnya.

Serangan itu ditujukan pada area yang disebut Zona I oleh USAAF, yang meliputi sebagian besar Distrik Asakusa, Honjo, dan Fukagawa.

Distrik-distrik tersebut merupakan bagian dari distrik Shitamachi di Tokyo, yang sebagian besar dihuni oleh masyarakat kelas pekerja dan perajin.

Dengan populasi sekitar 1 juta jiwa, wilayah ini merupakan salah satu kawasan perkotaan terpadat di dunia.

Baca juga: Mengapa Hiroshima dan Nagasaki Menjadi Target Bom Atom AS?

Pada 9 Maret pagi hari, para awak USAAF berkumpul di Kepulauan Mariana di Tinian dan Saipan untuk diberi pengarahan.

Salah satu hal yang dibicarakan adalah strategi untuk melancarkan serangan dari ketinggian rendah dan melakukan sedikit memodifikasi pada pesawat mereka.

Semua senjata di pesawat mereka akan dilucuti. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kecepatan sekaligus kapasitas muatan bom sebesar 65 persen, sehingga setiap pesawat mampu membawa lebih dari 7 ton bom.

Mereka juga diberi pengarahan terkait cara menyelamatkan diri apabila pesawatnya ditembak jatuh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com