Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Singkat Sedekah Bumi

Kompas.com - 20/08/2022, 12:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Masyarakat Jawa biasanya akan melaksanakan sedekah bumi setelah musim panen.

Sedekah bumi merupakan sebuah upacara atau tradisi sebagai bentuk rasa syukur masyarakat atas hasil bumi yang telah didapat.

Tradisi ini dilakukan dengan cara makan bersama sebagai bentuk rasa syukur dan bentuk kebersamaan.

Berikut adalah sekilas tentang tradisi sedekah Bumi.

Baca juga: Sejarah Tradisi Yaqowiyu, Festival Penyebaran Kue Apem di Klaten

Sejarah sedekah bumi

Sedekah bumi merupakan ritual atau upacara sebagai bentuk rasa syukur masyarakat yang telah berlangsung ratusan tahun.

Ritual sedekah bumi dipercaya kebanyakan orang berawal dari penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.

Salah satu tokoh penyebaran Islam di Nusantara adalah Sunan Kalijaga yang berdakwah melalui media pagelaran wayang kulit.

Dalam pagelaran wayang kulit, Sunan Kalijaga menyelipkan makna atau pesan tentang keislaman yang mudah dipahami masyarakat.

Contohnya adalah tokoh wayang bernama Werkudara yang dikisahkan sebagai tokoh dan simbol ibadah salat.

Tokoh Werkudara dipilih untuk mendorong masyakarakat memeluk Islam dan melaksanakan salat sebagai kewajiban.

Prosesi sedekah bumi

Ritual sedekah bumi dilakukan oleh masyarakat Jawa yang pada umumnya hidup dari ladang dan sawah.

Ritual ini dilakukan atas rasa syukur terhadap hasil bumi yang mereka tuai. Dalam prosesnya, sedekah bumi diawali dengan nyekar atau berziarah ke makam.

Nyekar dilakukan untuk pemuliaan leluhur dan alam dengan cara memanjatkan doa.

Setelah itu, prosesi sedekah bumi dilanjutkan dengan pelaksanaan kenduri atau makan bersama.

Biasanya, masyarakat Jawa memberikan sebagian hasil panennya untuk diolah menjadi hidangan dan disajikan dalam ritual.

Biasanya, dua ekor kambing disembelih dan diolah untuk para leluhur.

Baca juga: Sejarah Tradisi Islam di Nusantara

Kegiatan memasak ini menjadi simbol dari buyut yang merawat anak cucunya dan memberikan kemakmuran.

Setelah itu, sedekah bumi dilanjutkan dengan prosesi tayuban atau nayub yang berupa masyarakat menari berpasangan sebagai simbol kerukunan dan kebersamaan.

 

Referensi:

  • Honuwu, Momy. (2020). Linula Molalahu Sejarah, Tradisi, dan Kearifan. Solok: Insan Cendekia Mandiri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com