KOMPAS.com - Pada 1942, Jepang berhasil merebut Kalimantan dari Belanda tanpa perlawanan berarti.
Masa penjajahan Jepang merupakan salah satu periode terkelam dalam sejarah Indonesia, sehingga memicu perlawanan dari rakyat.
Di Kalimantan, perlawanan terhadap Jepang dilakukan secara besar-besaran di Kalimantan Barat dan Selatan.
Gerakan perlawanan ini dipicu oleh berbagai sebab, tetapi umumnya karena tindakan Jepang yang sewenang-wenang.
Berikut ini latar belakang perlawanan rakyat Kalimantan terhadap Jepang berikut tokohnya.
Baca juga: Latar Belakang Pendudukan Jepang di Indonesia
Penyebab perlawanan rakyat Kalimantan terhadap Jepang sangat kompleks. Pasukan Jepang pertama kali mendarat di Pontianak, Kalimantan Barat, pada 19 Desember 1941.
Setelah berhasil mengusir Belanda tanpa mendapat perlawanan berarti, Jepang pun mudah menguasai kota-kota pedalaman seperti Putussibau dan Sanggau, hingga kota besar seperti Banjarmasin.
Kedatangan Jepang segera menyebabkan kondisi perekonomian menjadi macet hingga menimbulkan bencana kelaparan yang merajalela.
Selain itu, pada awal pendudukan Jepang di Kalimantan Barat, ada dua buah perusahaan yang masuk, yaitu Nomura (pertambangan) dan Sumitomo (perkayuan).
Untuk menjalankan kedua perusahaan itu, Jepang mempekerjakan sekitar 80.000 rakyat dengan sistem kerja paksa (romusha). Hal inilah yang kemudian memicu perlawanan.
Tekad perlawanan di Kalimantan Barat semakin besar saat kebijakan sewenang-wenang Jepang ditambah dengan disiplin keras yang diterapkan pemerintahan militernya.
Pasalnya, rakyat Kalimantan Barat dipaksa membungkuk untuk menghormati tentara Jepang. Apabila menolak, mereka akan diberi kekerasan fisik.
Tindakan yang dilakukan Jepang ini tidak dapat ditoleransi lagi karena dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap kehormatan diri rakyat.
Baca juga: Latar Belakang Jepang Menjadi Negara Imperialis
Pada 1943, Jepang mencurigai adanya komplotan-komplotan dari kalangan orang China, pejabat, dan sultan Kalimantan Selatan akan melakukan perlawanan.
Semua kalangan itu kemudian dihancurkan melalui penangkapan-penangkapan di pada Juli 1943. Selain itu, sebanyak 1.000 orang lainnya dipenjara, termasuk 12 sultan.