KOMPAS.com - Mutsuhito atau yang dikenal dengan nama Kaisar Meiji adalah kaisar Jepang ke-122 yang memerintah antara 3 Februari 1867 – 30 Juli 1912.
Namanya dikenal sebagai tokoh utama dalam Restorasi Meiji, yakni sebuah reformasi di Jepang pada abad ke-19 yang menumbangkan kekuasaan keshogunan.
Selama masa kepemimpinannya, Jepang yang telah menghapus politik isolasi, dapat berkembang dengan sangat cepat hingga menjadi salah satu kekuatan besar yang diperhitungkan dunia.
Baca juga: Restorasi Meiji: Tokoh, Penyebab, dan Dampak
Mutsuhito adalah putra Kaisar Komei, Kaisar Jepang ke-121, yang lahir pada 3 November 1852.
Sewaktu ia lahir, Jepang berada di bawah kendali Keshogunan Tokugawa, yang mulai berkuasa pada 1633.
Meski berstatus negara dengan bentuk pemerintahan kekaisaran, sejak abad ke-12, yang memiliki peran dan kekuatan besar dalam menjalankan pemerintahan Jepang adalah panglima militer atau shogun.
Sementara kaisar memiliki peran terbatas dalam aktivitas sosial politik, bahkan hanya menjadi semacam simbol.
Sejak Keshogunan Tokugawa, Jepang menerapkan politik isolasi, guna menutup diri dari pengaruh asing yang dinilai buruk.
Kebijakan itu terbukti membawa bencana bagi Jepang, hingga menimbulkan pemberontakan dari rakyatnya dan muncul tekanan dari negara asing.
Ketika Matsuhito berumur satu tahun, Jepang baru bersedia membuka hubungan dengan pihak asing setelah armada militer Amerika Serikat yang dipimpin oleh Komodor Matthew Perry berlabuh di negaranya.
Mutsuhito memulai pendidikan pertamanya ketika berusia tujuh tahun. Pada 1860-an, ia belajar tentang puisi Jepang (tanka) dari sang ayah, Kaisar Komei, dan juga para pujangga lainnya.
Baca juga: Sejarah Shogun Jepang
Pada 1867, Kaisar Komei meninggal setelah mengalami sakit parah. Alhasil, takhta jatuh ke tangan Mutsuhito.
Di tahun yang sama, kekuatan Keshogunan Tokugawa semakin rapuh akibat tekanan yang terus berdatangan untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan ke tangan kaisar.
Akhirnya, pada November 1867, Shogun Yoshinobu mundur dari posisinya. Kendati demikian, mereka masih memiliki pengaruh kuat dalam aktivitas pemerintahan Jepang.
Hal inilah yang berakibat pada pecahnya Perang Boshin antara pasukan Tokugawa melawan pasukan pro-kekaisaran.