Oleh: Ani Rachman, Guru SDN No.111/IX Muhajirin, Muaro Jambi, Provinsi Jambi
KOMPAS.com - Cahaya diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia membutuhkan lampu untuk menerangi ruangan, dan matahari untuk menjemur pakaian serta hasil bumi.
Tumbuhan juga memerlukan matahari untuk membuat makanan melalui fotosintesis. Semua makhluk hidup pada dasarnya membutuhkan cahaya demi kelangsungan hidupnya.
Karena perannya yang sangat penting, banyak ilmuwan yang meneliti cahaya dan mengemukakan beberapa teorinya.
Berikut enam teori tentang cahaya:
Al-Haitham seorang ilmuwan Muslim terpopuler di bidang optik, menyatakan bahwa tiap titik pada daerah yang terkena cahaya, mengeluarkan sinar ke segala arah.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa hanya satu sinar dari tiap titik yang masuk ke mata secara tegak lurus, dapat dilihat.
Baca juga: Apa yang Dimaksud Dualisme Cahaya?
Sir Isaac Newton (1642-1727), seorang ilmuwan Inggris, dalam Hypothesis of Light (1675), menyatakan bahwa sumber cahaya dipancarkan partikel sangat kecil dan ringan ke segala arah dengan kecepatan sangat besar.
Jika partikel ini mengenai mata, akan timbul kesan bahwa kita dapat melihat sumber cahaya tersebut.
Dengan teori ini, Newton menjelaskan bahwa cahaya merambat lurus karena peristiwa refleksi dan refraksi cahaya.
Christian Huygens(1629-1695), seorang ilmuwan Belanda, menyatakan bahwa cahaya dipancarkan ke segala arah sebagai ciri-ciri gelombang.
Pendapat ini menggantikan teori partikel halus. Karena gelombang tidak diganggu oleh gravitasi, dan menjadi lebih lambat ketika memasuki medium yang lebih padat.
Teori gelombang ini menyatakan bahwa gelombang cahaya akan berinterferensi dengan gelombang lainnya, seperti gelombang bunyi.
Baca juga: Kelemahan Teori Partikel Cahaya
Pada akhir abad ke-19, James Clerk Maxwell (1831-1879), ilmuwan berkebangsaan Skotlandia, memublikasikan teori matematis tentang elektromagnetisme.
Menurut Maxwell, gelombang cahaya termasuk gelombang elektromagnet sehingga tidak memerlukan medium untuk merambat.