KOMPAS.com - Banyak konflik yang sering terjadi di Indonesia. Konflik tersebut disebut sengketa.
Bagi sebagian masyarakat, istilah sengketa masih terdengar asing. Sebab konflik sering diselesaikan secara musyawarah atau melalui pengadilan.
Sengketa biasanya terjadi karena adanya perbedaan persepsi atau kepentingan yang dapat menimbulkan konflik.
Berbagai sengketa bisa diselesaikan melalui lembaga pengadilan dan non-pengadilan.
Pada dasarnya, sengketa bisa dibagi menjadi dua, yaitu sengketa sosial dan hukum.
Sengketa sosial biasanya berhubungan dengan adat, tradisi, etika, tata krama, dan lainnya. Sedangkan sengketa hukum berhubungan dengan persoalan negara, seperti konflik politik, kriminalitas, korupsi, dan lain-lain.
Baca juga: 6 Penyebab Sengketa Internasional
Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Syaeful Bahri mengatakan bahwa sengketa terjadi karena adanya persepsi dan kepentingan yang berbeda.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sengketa berarti sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, atau pertengkaran, atau perbantahan.
"Sengketa itu sebuah pertentangan atau konflik antara dua belah pihak atau kelompok yang pemicunya, antara lain perbedaan kepentingan atau hak milik," ujar Syaeful Bahri dalam perkuliahan Arbitrase Syariah (16/02/2022).
Jadi, sebuah konflik bisa berubah menjadi sengketa, apabila ada salah satu pihak yang dirugikan dan tidak menerima keadaan tersebut.
Biasanya pihak yang merasa dirugikan akan melakukan pembalasan atas kerugian yang ditimpanya. Oleh sebab itu, sengketa ini bisa menimbulkan akibat hukum dan dikenai sanksi untuk salah satu pihak di antara mereka.
Berikut penjelasan penyelesaian sengketa lewat jalur litigasi dan non-litigasi:
Adalah penyelesian sengketa yang dilakukan di lembaga peradilan negara.
Baca juga: Konfrontasi Indonesia dan Belanda dalam Sengketa Irian Barat
"Jadi, sengketa secara litigasi itu akan diperiksa secara keseluruhan oleh hakim pengadilan dalam rangkaian persidangan," ujar Syaeful.
Kelebihan dari proses penyelesaian sengketa ini adalah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dan bersifat final artinya menciptakan kepastian hukum dengan posisi menang atau kalah.