Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Kepartaian masa Orde Baru

Kompas.com - 01/11/2020, 14:26 WIB
Gama Prabowo,
Serafica Gischa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sistem kepartaian yang dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Baru didasarkan pada konsep stabilitas politik sebagai dasar pembangunan Indonesia.

Dalam jurnal Legitimacy Questions and the Suharto Polity (1980) karya Herbert Feith, konsep stabilitas politik merupakan konsep politik yang membentuk kondisi keamanan dalam negeri harus tetap terjaga.

Dalam konsep ini, pemerintah meniadakan oposisi dari kelompok-kelompok sipil dan kekuatan politik lain.

Berdasarkan konsep stabilisasi politik, berikut sistem kepartaian masa Orde Baru:

  • Depolitisasi Partai

Depolitisasi adalah upaya untuk menghilangkan atau menghapuskan kegiatan politik. Atas dasar TAP MPRS no IX tahun 1996 tentang Stabilitas Politik dan Keamanan, pemerintah Orde Baru berusaha untuk menghilangkan partai politik dengan ideologi ‘kiri’ seperti komunis dan sosialis di Indonesia.

Baca juga: Maklumat Pemerintah 3 November 1945, Lahirnya Partai Politik

 

Selain itu, partai-partai dengan haluan Islam fundamentalis juga dilemahkan dengan membatasi kegiatan-kegiatan politik mereka.

  • Penyederhanaan Partai

Pemerintah Orde Baru melaksanakan program penyederhanaan partai melalui Sidang Umum MPR tahun 1973.

Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari penyaluran aspirasi masyarakat serta kemudahan dalam pengendalian partai politik.

Sembilan partai politik diggabungkan menjadi dua partai berdasarkan pandangan politiknya. NU, Parmusi, Perti, dan PSII digabungkan menjadi PPP (Partai Persatuan Pembangunan). PNI, Partai Katolik, Parkindo, Partai Murba, dan IPKI digabungkan menjadi PDI (Partai Demokrasi Indonesia).

  • Politik Massa Mengambang

Pemerintah Orde Baru berusaha untuk meminimalisir perkembangan dan dinamika partai politik dengan menerapkan konsep politik ‘’Massa Mengambang’’.

Baca juga: Dinamika Politik Partai masa Demokrasi Liberal

Dalam konsep politik ini, partai politik tidak diperbolehkan untuk memiliki cabang atau ranting lebih rendah dari level kecamatan.

Disisi lain, dibentuklah Golongan Karya (Golkar) yang merupakan organisasi yang mewadahi massa mengambang, pegawai negeri sipil dan angkatan bersenjata.

Golkar sebagai sebuah organisasi diperbolehkan untuk mengikuti Pemilu serta diperbolehkan untuk memiliki jaringan higga level desa melalui aparat birokrasi dan militer.

Hal tersebut menjadikan Golkar memiliki keunggulan dalam sosialisasi dan mobilisasi dibandingkan dengan partai politik yang ada pada masa itu.

Baca juga: Sejarah Pemilu 1955 di Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com