KOMPAS.com - Pengubahan sampah menjadi energi (waste to energy) disebut Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Edi Wibodo, sebagai upaya mengatasi permasalahan sampah saat ini.
Sampah bisa diubah menjadi energi melalui beberapa metode, di antaranya adalah insinerasi, produksi Refused-Derived Fuel (RDF), gasifikasi, dan pirolisis.
Baca juga: Proses Hidrotermal untuk Pengolahan Sampah Makanan
Apa perbedaan dari keempat metode tersebut?
Dikutip dari Waste to Energy Guidebook yang dirilis oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) RI pada tahun 2015, pada dasarnya, seluruh metode dilakukan dengan memberikan perlakuan berupa panas terhadap sampah.
Akan tetapi, terdapat perbedaan pada tahapan proses yang dilakukan dan hasil akhirnya, yakni sebagai berikut.
Insinerasi adalah pembakaran sampah secara terkontrol menggunakan oksigen berlebih pada suhu di atas 850 derajat celsius dalam alat insinerator.
Insinerasi dapat menghasilkan efek samping, yakni polusi berupa gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2).
Namun, insinerator memiliki sistem pendingin dan wajib dioperasikan secara terkendali pada suhu kritis sehingga polusi gas rumah kaca dapat diminimalisasi.
Metode ini adalah cara paling umum yang digunakan di berbagai belahan dunia. Kendati demikian, instalasi insinerator tetap memerlukan pertimbangan yang matang sehubungan efisiensinya.
Hal ini disebabkan insinerator tetap memerlukan bahan bakar lain untuk menjaga suhu kritis dalam operasinya, umumnya minyak, yang dapat berakibat pada menurunnya efisiensi.
Meskipun insinerasi bisa diimplementasikan pada berbagai sistem pengolahan sampah, insinerasi umumnya dilakukan pada instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Baca juga: PLTS Dinilai Paling Siap sebagai Alternatif, Apa Alasannya?
Misalnya, pada PLTSa Merah Putih di Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Dilansir dari laman resmi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Senin (25/3/2019), PLTSa Merah Putih yang baru diresmikan itu menggunakan teknologi tipe insinerasi dengan tungku jenis reciprocating grate atau parut bolak-balik.
Teknologi insinerasi tipe ini sudah umum digunakan secara global, ramah lingkungan, ekonomis, dan efisien untuk sampah di Indonesia.
Panas yang dihasilkan dari insinerator selanjutnya digunakan untuk menghasilkan energi listrik.