KOMPAS.com - Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) memicu keluhan di saluran pernapasan manusia dan harus diwaspadai karena dapat menyebabkan kematian.
PPOK adalah penyakit kronik sebagai penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia. Penyakit ini merupakan penyebab kematian keempat terbanyak di dunia.
Dokter Spesialis Paru, Konsultan Asma, dan PPOK RSUP Persahabatan, dr Budi Antariksa SpP(K) PhD mengatakan, sama halnya dengan Covid-19, PPOK adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan manusia.
PPOK ini juga merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka panjang.
Baca juga: Mengenal Kanker Lambung, dari Gejala hingga Faktor Risikonya
"Penyakit kronis saluran napas yang ditandai dengan hambatan aliran udara, khususnya udara ekspirasi dan bersifat progresif lambat, di mana semakin lama akan semakin memburuk," kata Budi dalam diskusi daring bertajuk Pejuang Penyakit Paru di Tengah Pandemi Covid-19 sekaligus peluncuran @seluruhnapas, Rabu (18/11/2020).
Menurut data prevalensi riset kesehatan dasar (riskesdas) 2013, diperkirakan ada lebih dari 10 juta orang yang hidup dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di Indonesia.
Mayoritas penderita PPOK memiliki riwayat merokok atau hidup di area dengan populasi udara yang buruk.
Karena hal itu, penderita PPOK ini lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, penyakit saluran pernapasan seperti PPOK ini memang agak sulit dibedakan.
Namun, Anda tetap harus mencurigai atau waspada jika tubuh Anda telah mengalami beberapa keluhan sebagai berikut:
Orang dengan PPOK juga cenderung akan mengalami eksaserbasi yaitu kondisi gejala mereka menjadi lebih buruk daripada biasanya, dan ini terjadi selama beberapa hari.
Umumnya, PPOK disebabkan oleh kebiasaan merokok dan polusi udara, baik di dalam maupun di luar ruangan.
Namun, ada beberapa faktor risiko lainnya yang juga dapat memicu seseorang mengidap PPOK, antara lain:
Baca juga: Wasir: Gejala, Penyebab, dan Cara Mencegahnya
Budi menyebutkan, faktor risiko PPOK di Indonesia termasuk tinggi mengingat prevalensi perokok di Indonesia peringkat 3 besar terbanyak di dunia.
Data General Agreement on Trade in Services (GATS) 2013 menunjukkan prevalensi perokok di Indonesia usia di atas 15 tahun adalah 67 persen untuk laki-laki (pria).
"Makanya berhenti merokok itu bermanfaat dalam menghentikan laju penyakit (PPOK, kanker, kardiovaskular dll)," ujar Budi.
Serta, semakin segera teridentifikasi PPOK yang dialami oleh seseorang, maka penalatalaksanaan PPOK yang baik juga akan meningkatkan kualitas hidup penderitanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.