KOMPAS.com - 147 orang di India tewas akibat disambar petir. Peristiwa ini bisa menjadi pembelajaran untuk kita agar lebih waspada terhadap cuaca ekstrem yang bisa terjadi di Indonesia dan menghindari dampak buruknya.
Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Miming Saepudin mengatakan, kejadian di India disebabkan oleh kondisi sistem awan Cumulonimbus (Cb).
Dia mengingatkan, dampak buruk dari sistem awan Cb ini juga dapat terjadi di Indonesia.
"Secara umum di wilayah Indonesia, hujan lebat yang disertai dengan angin kencang dan kilat atau petir dapat terjadi dari sistem awan Cb," kata Miming kepada Kompas.com, Selasa (7/7/2020).
Baca juga: Serangan Petir di India Tewaskan 147 Orang, Begini Analisa BMKG
Oleh sebab itu, Miming menyebutkan ada beberapa indikasi umum yang dapat Anda gunakan untuk mengenali terjadinya potensi cuaca ekstrem, seperti hujan lebat disertai angin kecang, kilat atau petir, puting beliung, hujan es, dan sebagainya.
Berikut 6 indikasi penting cuaca ekstrem yang harus diketahui:
1. Udara panas sejak pagi hari
Miming menuturkan, indikasi pertama yang biasanya terjadi adalah udara sejak pagi hari sudah terasa panas, cukup terik, dan gerah.
Kondisi udara panas cenderung terik ini sebenarnya diakibatkan oleh adanya radiasi Matahari yang cukup kuat, yang ditunjukkan oleh nilai perbedaan suhu udara antara pukul 10.00 dan 07.00 LT (lebih dari 4.0 derajat celcius).
Bahkan, seringkali disertai dengan kelembapan yang cukup tinggi dan ditunjukkan oleh nilai kelembapan udara di lapisan 700 mb atau lebih dari 60 persen.
2. Terlihat awan Cumulus sejak pagi
Miming berkata, umumnya mulai pukul 10.00 pagi terlihat tumbuh awan Cumulus atau awan putih yang berlapis-lapis.
"Biasanya di antara awan tersebut ada saju jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol," kata dia.
3. Terbentuknya awan Cumulonimbus (Cb)
Pada indikasi ini merupakan kelanjutan dari tahap terlihatnya awan Cumulus.