Oleh Dian Kusuma, SKM, MPH, ScD
Pemerintah Indonesia akhirnya mengumumkan Covid-19 sebagai bencana nasional pada Minggu 15 Maret. Presiden Joko “Jokowi” Widodo menugaskan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana memimpin percepatan penanganan penyakit menular yang kini telah terdeteksi di delapan provinsi.
Presiden Jokowi menyatakan Covid-19 sebagai bencana nasional lima hari sesudah menerima surat dari Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom-Ghebreyesus yang “mendesak” negera-negara dengan populasi besar untuk fokus pada pendeteksian kasus dan penambahan kapasitas laboratorium untuk memeriksa sampel pasien.
Tanpa pengetesan massal dan penambahan laboratorium yang memeriksa di Indonesia, sulit diketahui berapa sesungguhnya penderita Covid-19 di masyarakat.
Sedikitnya pemeriksaan, membuat banyak orang yang positif Covid-19 terlambat dideteksi. Mereka dapat menularkan virus corona tanpa sadar, memperbanyak jumlah orang yang terinfeksi. Selain itu, lambatnya deteksi bisa meningkatkan angka kematian karena penderita tidak atau terlambat mendapatkan pengobatan.
Di Indonesia, setelah sekitar dua minggu sejak diumumkan kasus paling awal dua orang positif Covid-19, jumlahnya kini melonjak menjadi 117 kasus. Data global menunjukkan angka kematian Covid-19 rerata sekitar 3,7% sampai 15 Maret. Saat ini dengan lima meninggal angka kematian di Indonesia 4%.
Indonesia perlu pemeriksaan Covid-19 yang massif untuk mengetahui besaran bencana Covid.
Meski Covid-19 muncul sejak Desember di Cina, dan WHO menetapkan status darurat pada Januari sesudah ditemukan di sejumlah negara lain, Indonesia tidak melakukan upaya sistematis memeriksa masyarakat yang berisiko membawa virus dari wilayah epidemi.
Bahkan, hingga kini, belum ada upaya sistematis menggalakkan tes kepada masyarakat terutama pada orang-orang rentan (misalnya setelah bepergian ke Singapura, China, Italia, Korea dan Arab Saudi).
Padahal, risiko Indonesia atas Covid-19 cukup tinggi karena ada lebih dari 100 pintu masuk ke Indonesia dari luar negeri dan migrasi penduduk antarkota atau daerah cukup besar.
Pengalaman Korea Selatan, Italia, Amerika, Inggris, dan China menunjukkan, negara-negara tersebut menemukan banyak kasus-kasus positif Covid-19 setelah pemerintah di sana mengetes secara massal penduduk mereka dan melibatkan banyak laboratorium.
Data terbaru sampai 9 Maret 2020 menunjukkan sejumlah negara telah melakukan tes massal, seperti Australia, Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Italia, Korea Selatan dan beberapa negara lain.
Sementara di Indonesia, pemerintah selama ini hanya menyediakan satu laboratorium di Kementerian Kesehatan untuk memeriksa sampel.
Rendahnya jumlah yang dites – hingga 11 Maret baru 736 spesimen yang diperiksa – menyulitkan pemerintah dalam menilai besaran masalah Covid-19 dan perencanaan langkah penanggulangan.