Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecelakaan Kereta Api Kembali Terjadi, Apa Penyebab dan Bagaimana Mengatasinya?

Kompas.com - 20/07/2023, 13:30 WIB
Masya Famely Ruhulessin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejadian tertempernya Kereta Api (KA) Brantas Nomor 112 oleh truk trailer di Semarang, Selasa (18/7/2023) lalu merupakan kejadian luar biasa (KLB) yang harus mendapatkan perhatian dari semua pihak. 

Kecelakaan ini terjadi pukul 19.32 WIB dan berlokasi di Km 1+523 atau tepatnya perlintasan sebidang/Jalur Perlintasan Langsung (JPL) nomor 6.

Memang kecelakaan ini bukan kategori fatalitas, namun secara visual dapat dikatakan tragedi karena eksplosif bagai bom di atas jembatan.

Beruntungnya, kejadian ini tidak memakan korban luka atau meninggal dunia baik kru KA dan kru truk karena memang bukan kendaraan penumpang yang menemper KA.

Baca juga: Menilik Museum Kereta Api yang Dikelola KAI, Mana Saja?

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang, mengatakan kecelakaan terjadi akibat truk trailer dengan lowbed/lowboy dan memiliki ground clearance lebih rendah dibandingkan truk-truk lain.

“Akhirnya trailer menyangkut di rel yang lebih tinggi daripada jalan dan mesin truk mati sehingga menemper KA Brantas. Kejadian ini berdampak kerugian moral pada pelayanan KA dan kerugian material terhadap sarana KA dan prasarana KA,” kata Deddy dalam rilisnya kepada Kompas.com. 

Dikatakan, kondisi JPL nomor 6 tersebut juga tidak terkoneksi dengan sinyal kereta api sehingga dioperasikan oleh Petugas Jaga Lintasan (PJL) secara manual.

Untuk diketahui, petugas jaga lintasan di JPL nomor 6 berada di bawah tanggung jawab Dinas Perhubungan Kota Semarang dan bukan dari PT KAI.

Kelalaian Pengemudi

Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, Deddy mengatakan aturan mengenai JPL sudah dimuat dalam undang-undang yakni UU 23 / 2007 tentang Perkeretaapian dan UU 22/2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

Dalam kedua UU tersebut disebutkan bahwa kendaraan bermotor apapun jenisnya wajib mendahulukan kereta api melintas.

“Pada kecelakaan tersebut diduga ada kesalahan pada pengemudi truk atau human error. Semestinya sebagai pengemudi dapat memahami kondisi jalan yang akan dilintasi apakah laik atau tidak untuk truk-truk berbadan rendah,” papar Deddy.

Selain itu, dikatakan, kecelakaian terjadi karena kelalaian pengemudi. Pasalnya, sirine sebagai early warning system (EWS) di JPL sudah berbunyi. Namun pengemudi memaksakan masuk.

“Idealnya setelah EWS berbunyi walau palang pintu belum tertutup, pengemudi kendaraan apapun dilarang melintas. Jadi pengemudi truk diduga melanggar lalu lintas yang dapat terkena pasal pengemudi truk menerobos JPL,” jelasnya.

Dalam UU 22/2009, disebutkan juga bahwa palang pintu JPL hanya berfungsi sebagai alat bantu pembatasan melintasi jalur KA. Jadi tetap dilarang menyeberang JPL ketika ada kereta yang akan melintas.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com