Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kelebihan dan Kekurangan Tol yang Dilapisi Aspal dan Beton

Kompas.com - 15/04/2023, 10:06 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

CILACAP, KOMPAS.com - Tim Merapah Trans-Jawa Kompas.com berkesempatan menjajal Jalan Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) Seksi 2 Cigombong-Cibadak pada Selasa (11/4/2023).

Seperti halnya jalan tol lain, Tol Bocimi Seksi 2 dilapisi dengan dua bahan yang berbeda, yaitu beton dan aspal.

Lantas, kenapa di ruas tol yang sama terdapat dua bahan perkerasan yang berbeda?

Pengamat Perkerasan Jalan dan Aspal yang pernah menjabat sebagai Direktur Bina Teknik Bina Marga Purnomo menjelaskan terkait hal ini saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Untuk diketahui, perkerasan aspal disebut sebagai perkerasan fleksibel. Sesuai namanya, perkerasan ini menggunakan campuran agregat dan aspal.

Sedangkan perkerasan dari beton dapat disebut dengan perkerasan rigid. Pemasangannya adalah dengan memberi agregat tipis lalu dilapisi dengan beton.

“Kalau dari segi biaya atau investasi awal, dulu perkerasan fleksibel itu lebih murah dan rigid lebih mahal,” ungkap Purnomo kepada Kompas.com.

Akan tetapi untuk saat ini, karena harga aspal yang semakin naik, biaya perkerasan fleksibel menjadi lebih mahal dibandingkan dengan beton.

Baca juga: Merapah Pansela Jawa 2023 Dimulai, Tol Bocimi Jadi Pelintasan Pertama

Hal ini juga disebabkan karena semen untuk perkerasan rigid sudah banyak diproduksi di dalam negeri sehingga kenaikan harganya tak lagi dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak.

Sementara dari segi kenyamanan, menurut Purnomo perkerasan fleksibel lebih nyaman digunakan dibandingkan dengan perkerasan rigid.

Perkerasan rigid juga memberikan hasil akhir yang lebih keras dan apabila konstruksinya tidak dilaksanakan dengan benar, maka bisa mengakibatkan water planning yang membahayakan pengguna jalan.

Lebih lanjut, dari segi perawatan, perawatan perkerasan fleksibel dikatakan lebih mudah untuk dilakukan. Lapisan jalan yang rusak akan dikeruk dan langsung diaspal ulang.

“Begitu diaspal, hari itu diaspal lalu hari itu juga bisa dilalui oleh kendaraan,” tambah Purnomo.

Sedangkan untuk perbaikan perkerasan rigid, pengelola harus membongkar beton penyusun jalan dan kemudian dicor kembali. Perkerasan rigid yang rusak juga lebih mengurangi kenyamanan pengendara.

Lantas, bagaimana dengan umur rencana kedua bahan penyusun jalan tersebut?

Purnomo memaparkan umur rencana perkerasan fleksibel adalah 20 tahun, sedangkan perkerasan rigid sekitar 40 tahun.

"Kalau itu pelaksanaannya benar, sepertiga dari umur rencana mestinya penanganannya do nothing atau tidak ada penanganan. Jadi misal gini, kok ada perkerasan fleksibel tapi 7 tahun sudah rusak, pasti ada yang tidak beres,” kata Purnomo.

Hal yang sama juga terjadi di perkerasan rigid. Apabila dalam waktu 15 tahun sudah ada perbaikan, maka desain atau pelaksanaan proyeknya tidak dilaksanakan dengan benar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com