Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Taman Ismail Marzuki, Tempati Area Bekas Kebun Binatang Cikini

Kompas.com - 29/09/2021, 20:30 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui PT Jakarta Propertindo (Perseroda) tengah mengerjakan revitalisasi pusat kesenian dan kebudayaan Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat.

Revitalisasi TIM mengusung konsep mixed-use building yang nantinya disiapkan menjadi Urban Art Center dan Creative Hub di ibu kota.

Arsitek Revitalisasi TIM Andra Matin mengungkapkan, pekerjaan ini termasuk rancangan bangunan baru bernama Gedung Panjang.

Menurut Andra, desain bangunan ini terinspirasi dari lagu ciptaan seorang komponis besar Indonesia Ismail Marzuki yang berjudul Rayuan Pulau Kelapa.

Baca juga: Wajah Baru Taman Ismail Marzuki, Bakal Creative Hub Jakarta

Gedung Panjang TIM ini masuk tahap satu revitalisasi TIM dengan realisasi konstruksi bangunan ini mencapai 98,20 persen.

Sedangkan, Gedung Parkir Panjang dan Masjid Amir Hamzah telah mencapai 100 persen.

Dengan begitu, secara keseluruhan realisasi pembangunan revitalisasi TIM tahap satu sekitar 98,70 persen.

Untuk tahap kedua revitalisasi TIM ini, realisasi pengerjaannya mencapai 32,40 persen hingga memasuki minggu ke-30.

Rinciannya, Planetarium dan Pusat Pelatihan 27,53 persen, Graha Bhakti Budaya 40,87 persen, Teater Halaman 24,60 persen, dan Gallery Annex 78,38 persen.

Jauh sebelum disiapkan sebagai Urban Art Center dan Creative Hub, TIM dibangun untuk menjawab keluhan para seniman karena kurangnya fasilitas penyaluran bakat kesenian kreatif di ibu kota.

Taman Ismail MarzukiKOMPAS/KARTONO RYADI (KR) Taman Ismail Marzuki
Hingga akhirnya, keluhan para seniman ini kemudian ditanggapi Gubernur DKI Jakarta yang menjabat saat itu yaitu Ali Sadikin pada tahun 1968.

Ali menganggap, keinginan para pelaku seni itu selaras dengan cita-cita menjadikan Jakarta sebagai kota budaya.

Menurutnya, Jakarta bukan saja kota dagang, pusat administrasi negara, dan pusat kegiatan politik, melainkan bisa menjadi jendela kebudayaan Indonesia bagi pendatang dari mancanegara.

Baca juga: Ternyata, Wajah Baru Taman Ismail Marzuki Terinspirasi Lirik Lagu Rayuan Pulau Kelapa

“Saya ingin menjadikan ibu kota Jakarta sebagai kota budaya, di mana kesenian Indonesia dapat muncul di sini,” ujar Ali seperti dikutip dari Harian Kompas, 11 November 1968.

Untuk mewujudkan sebuah pusat budaya dan kesenian di ibu kota, Ali kemudian menunjuk tujuh orang seniman sebagai formatur Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com