JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari 500 hari atau nyaris satu setengah tahun, telah meluluhlantakkan sektor perkantoran di Jakarta.
Kendati masih ada aktifitas sewa ruang perkantoran di kawasan Central Business District (CBD) dan non-CBD, namun itu bukan berasal dari permintaan baru, melainkan perpanjangan sewa dan ekspansi kecil-kecilan dengan jumlah yang tidak banyak.
Tren kerja dari rumah atau work from home (WFH) juga merupakan salah satu faktor yang menahan perusahaan-perusahaan untuk melakukan ekspansi.
Sebagaimana dilaporkan Leads Property Indonesia, bahwa selama Kuartal II-2021 berjalan, aktifitas permintaan ruang kantor sangat jarang dan diperkirakan akan terus berlangsung hingga akhir 2021.
Baca juga: Perang Tarif Sewa Perkantoran di Jakarta Terus Berlanjut
Permintaan ruang kantor pada akhir Semester I-2021, dikontribusi oleh kategori industri tertentu yaitu Teknologi dan Informasi (TI) dan E-Commerce.
Dalam kondisi yang sulit, pasar perkantoran di CBD Jakarta hanya membukukan penyerapan hanya 2.184 meter persegi.
Menurut Associate Director Research & Consultancy Department Martin Samuel Hutapea, kategori industri ini termasuk resilient atau cukup ulet meresponsi kondisi pandemi karena permintaan akan produk dan jasa mereka masih tergolong baik.
Hal ini menyebabkan tingkat hunian, terutama di perkantoran CBD Jakarta tetap stagnan, tak beranjak dari angka 74,7 persen.
"Sementara secara umum, permintaan secara kuartalan sangat terbatas. Kami perkirakan tingkat hunian kamin turun pada akhir 2021 karena bertambahnya pasokan baru," ujar Martin dalam laporan yang dikutip Kompas.com, Sabtu (17/07/2021).
Akibat seretnya permintaan, harga sewa ruang pun terus tertekan dan mengalami koreksi, bahkan sejak awal tahun.
Baca juga: Hingga Kini, Perkantoran Kosong di Jakarta Mencapai 209 Hektar
Harga sewa kotor pada Kuartal II-2021 tercatat sebesar Rp 344.500 per meter persegi per bulan, atau tertekan sebanyak 0,9 persen dari kuartal sebelumnya.
Nihilnya permintaan juga berdampak pada tertundanya penyelesaian gedung-gedung baru, sehingga pasokan pasar perkantoran di CBD tetap stagnan dengan jumlah kumulatif 6,98 juta meter persegi.
Namun demikian, Leads Property mencatat, akan ada beberapa gedung yang diperkirakan masuk ke pasar perkantoran sebesar 316.842 meter persegi hingga akhir tahun ini.
Dalam hal distribusi berdasarkan lokasi, koridor Jenderal Sudirman masih menjadi pemasok terbanyak yaitu sebesar 28 persen, diikuti oleh koridor Rasuna Said dan Gatot Subroto, masing-masing sebesar 15 persen.
Demikian halnya dengan pasar perkantoran strata-title, yang hanya mengalami pertumbuhan harga 0,6 persen, sehingga mencapai angka Rp 57,1 juta per meter persegi.