Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Lucky Lukwira
Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Bus dan Ban Vulkanisir

Kompas.com - 12/06/2021, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TANGGAL 3 Juni 2021, akun media sosial NTMC Polda Metro Jaya mengunggah gambar bus Transjakarta dengan kondisi ban depan kanan rusak yang diduga (jika berdasarkan keterangan foto) merupakan ban vulkanisir.

Keesokan harinya PT Transjakarta mengeluarkan rilis yang pada intinya membantah bahwa ban bus milik PT Transjakarta dengan nomor body TJ0217 tersebut bukan ban vulkanisir.

Mengutip artikel Kompas.com edisi 31 Juli 2020, vulkanisir adalah proses pelapisan ulang telapak ban yang sudah aus dengan lapisan baru.

Salah satu pabrikan ban malah menyampaikan lebih baik menggunakan ban vulkanisir yang masih dalam kondisi bagus dibandingkan ban original yang tapaknya sudah halus.

Dari artikel yang sama dijelaskan bahwa untuk kendaraan niaga, ban vulkanisir justru direkomendasikan oleh pabrikan ban.

Penggunaan ban vulkanisir untuk kendaraan niaga tentunya terkait pula dengan harga ban vulkanisir yang lebih murah ketimbang ban original baru.

Lantas bagaimana aturan penggunaan ban vulkanisir pada bus atau angkutan penumpang?

Kementerian Perhubungan melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Dalam Trayek tidak melarang menggunaan ban vulkanisir.

Meski begitu, dalam lampiran Permenhub, dijelaskan secara khusus ban depan tidak boleh vulkanisir.

Dengan demikian, sebenarnya ban vulkanisir masih bisa dipergunakan untuk angkutan penumpang baik untuk lintas batas Negara, AKAP, AKDP, Perkotaan, maupun angkutan perdesaan.

Hal ini cukup lumrah, karena sepanjang penulis bekerja di perusahaan otobus, ban-ban original yang tapaknya sudah tipis tidak lantas dibuang atau afkir setelah tapaknya aus.

Ban-ban tersebut diseleksi bagian teknik mana yang masih layak untuk divulkanisir. Pihak yang melakukan vulkanisir pun bukan pihak bengkel internal, melainkan perusahaan vulkanisir yang memang memiliki kemampuan melakukan vulkanisir dengan cara yang tepat.

Ban yang selesai vulkanisir akan dikembalikan ke pool untuk kemudian dipasang sebagai ban belakang unit yang operasional.

Mekanisme ini dijalankan tidak sembarangan, karena setiap ban tentunya punya nomor register masing-masing sehingga bisa dilihat riwayatnya sejak dari ban original baru hingga menjadi ban vulkanisir.

Ban vulkanisir yang sudah digunakan dan kemudian sudah aus atau kondisinya sudah tidak layak, tidak akan dikirimkan kembali ke pabrik vulkanisir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com