Kupas tuntas dan jelas perkara hukum
Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com
Oleh: Lucky Omega Hasan, S.H., M.H
Menikah merupakan hak dasar setiap orang. Namun, ada kalanya keinginan menikah tersebut harus diurungkan karena adanya ketentuan larangan bagi pegawai kontrak untuk menikah selama masa kerja berlangsung.
Hal yang menjadi pertanyaan, apakah perusahaan memiliki hak dan sah atas hukum yang berlaku di Indonesia, untuk melarang pegawai kontraknya menikah?
Lalu, apa sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada perusahaan jika tetap mempraktikkan larangan tersebut?
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B Ayat 1 menjelaskan “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”.
Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM (Hak Asasi Manusia) Pasal 10 Ayat 1 menjelaskan “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”.
UUD 1945 adalah instrumen hukum tertinggi di Indonesia. Sedangkan UU HAM sebagai pelaksana atas amanat UUD 1945 tentunya memiliki legal standing kokoh untuk melindungi hak menikah bagi siapapun warga Negara Indonesia.
Dalam praktiknya memang banyak perusahaan membuat aturan larangan menikah sebagai syarat dalam menerima karyawan.
Namun pilihan yang digunakan oleh Perusahaan tersebut tidak bersumber atas dasar hukum.
Mayoritas lebih kepada kebutuhan di dalam perusahaan yang tidak menginginkan karyawan menjadi kurang produktif setelah menikah.
Sehingga pilihan ini digunakan Perusahaan lebih kepada pertimbangan efektifitas kerja karyawan, bukan berdasarkan hukum.
Hubungan hukum pekerjaan di Indonesia menggunakan perjanjian kerja. Sedangkan syarat sah suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata antara lain :
Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, suatu perjanjian termasuk perjanjian kerja karyawan tidak diperbolehkan bertentangan dengan undang-undang, terutama UUD 1945.
Oleh karena itu, kebijakan perusahaan yang melarang atau menunda seseorang untuk menikah sebagai syarat penerimaan kerja dapat dikategorikan sebagai kebijakan yang melanggar UUD 1945 dan UU HAM.
Apabila ada perusahaan yang tetap memaksakan kebijakan tersebut dalam menerima karyawan, memang tidak ada mekanisme hukum pidana atau perdata yang secara tegas mengatur mengenai hal tersebut.