Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Vintia Anggraini
Pegawai Negeri Sipil

Seorang lulusan bidang Linguistik Bahasa dan Sastra Indonesia dan Analis Kata dan Istilah di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Menilik Fenomena Campur Kode dalam Lagu Populer Berbahasa Jawa

Kompas.com - 14/01/2024, 15:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETAKAT ini, lagu-lagu berbahasa Jawa sangat digemari oleh masyarakat yang tidak hanya tinggal di Jawa atau orang Jawa, tetapi juga masyarakat yang bukan orang Jawa atau orang Jawa yang tinggal di luar Pulau Jawa.

Lagu-lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi Indonesia yang berasal dari Jawa seperti Denny Caknan, Gilga Sahid, dan Happy Asmara memang berhasil memikat masyarakat dengan musiknya yang enak didengar.

Hal itu dibuktikan dengan pengikut akun YouTube mereka yang mencapai jutaan orang dan lagu yang baru mereka unggah langsung ditonton jutaan warganet.

Di sini, bukan tentang musik tersebut yang akan dibahas, melainkan lirik lagu yang tengah populer tersebut.

Lagu yang tengah viral di YouTube tersebut menggunakan lirik berbahasa Jawa. Hal ini tentu sangat berbeda dengan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi di Indonesia yang populer di era sebelumnya, yang didominasi menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.

Hal yang menarik dari lirik lagu populer berbahasa Jawa akhir-akhir ini adalah penggunaan bahasa Jawa dalam lagu tersebut yang dicampur dengan kosakata bahasa Indonesia, bahkan bahasa Inggris. Dalam bidang kebahasaan, hal ini disebut dengan campur kode.

Campur kode adalah tindakan memilih salah satu kode dari kode lainnya atau fenomena mencampur dua kode secara bersama-sama dalam tuturan untuk menghasilkan ragam bahasa tertentu (Davies dalam Roudane, 2005).

Fenomena ini terjadi jika suatu bahasa digunakan dengan jumlah lebih banyak dalam suatu tuturan, tetapi disisipi dengan unsur bahasa lain. Misalnya, bahasa Jawa digunakan dominan dalam suatu teks, tetapi disisipi dengan kosakata bahasa daerah.

Kita dapat menyimak campur kode yang digunakan dalam kutipan lirik lagu “Dumes” yang dinyanyikan oleh Denny Caknan, yaitu Isih sok kelingan kabeh kenangan sing tau dilakoni. Kebayang-bayang nganti kegowo ngimpi. Isoh gawe nyaman, ra jaminan, duweni atimu.

Dalam lirik lagu berbahasa Jawa tersebut, terdapat kosakata bahasa Indonesia, yakni kenangan dan jaminan.

Selain itu, terdapat kosakata yang merupakan perpaduan antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, yaitu "kebayang-bayang". Kata ini terbentuk dari awalan bahasa Jawa ke- + bayang-bayang yang merupakan kosakata bahasa Indonesia.

Kata "kebayang-bayang" dipilih berdasarkan kata terbayang-bayang, tetapi berubah menjadi "kebayang-bayang" dalam lirik lagu tersebut.

Masih berada di lirik lagu “Dumes”, kita lanjutkan ke lirik setelahnya, yaitu Kaya aku wingi, awak dewe isoh ngobrol tekan wengi.

Terdapat kosakata bahasa Indonesia yang digunakan dalam kutipan lirik tersebut, yaitu ngobrol yang merupakan bahasa gaul dari mengobrol.

Kita berlanjut ke lirik lagu “Nemen” yang dinyanyikan oleh Gilga Sahid, yaitu Aku ra masalah yen kon berjuang dewe. Sing penting kowe bahagia endinge.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com