Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menilik Fenomena Campur Kode dalam Lagu Populer Berbahasa Jawa

Lagu-lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi Indonesia yang berasal dari Jawa seperti Denny Caknan, Gilga Sahid, dan Happy Asmara memang berhasil memikat masyarakat dengan musiknya yang enak didengar.

Hal itu dibuktikan dengan pengikut akun YouTube mereka yang mencapai jutaan orang dan lagu yang baru mereka unggah langsung ditonton jutaan warganet.

Di sini, bukan tentang musik tersebut yang akan dibahas, melainkan lirik lagu yang tengah populer tersebut.

Lagu yang tengah viral di YouTube tersebut menggunakan lirik berbahasa Jawa. Hal ini tentu sangat berbeda dengan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi di Indonesia yang populer di era sebelumnya, yang didominasi menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.

Hal yang menarik dari lirik lagu populer berbahasa Jawa akhir-akhir ini adalah penggunaan bahasa Jawa dalam lagu tersebut yang dicampur dengan kosakata bahasa Indonesia, bahkan bahasa Inggris. Dalam bidang kebahasaan, hal ini disebut dengan campur kode.

Campur kode adalah tindakan memilih salah satu kode dari kode lainnya atau fenomena mencampur dua kode secara bersama-sama dalam tuturan untuk menghasilkan ragam bahasa tertentu (Davies dalam Roudane, 2005).

Fenomena ini terjadi jika suatu bahasa digunakan dengan jumlah lebih banyak dalam suatu tuturan, tetapi disisipi dengan unsur bahasa lain. Misalnya, bahasa Jawa digunakan dominan dalam suatu teks, tetapi disisipi dengan kosakata bahasa daerah.

Kita dapat menyimak campur kode yang digunakan dalam kutipan lirik lagu “Dumes” yang dinyanyikan oleh Denny Caknan, yaitu Isih sok kelingan kabeh kenangan sing tau dilakoni. Kebayang-bayang nganti kegowo ngimpi. Isoh gawe nyaman, ra jaminan, duweni atimu.

Dalam lirik lagu berbahasa Jawa tersebut, terdapat kosakata bahasa Indonesia, yakni kenangan dan jaminan.

Selain itu, terdapat kosakata yang merupakan perpaduan antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, yaitu "kebayang-bayang". Kata ini terbentuk dari awalan bahasa Jawa ke- + bayang-bayang yang merupakan kosakata bahasa Indonesia.

Kata "kebayang-bayang" dipilih berdasarkan kata terbayang-bayang, tetapi berubah menjadi "kebayang-bayang" dalam lirik lagu tersebut.

Masih berada di lirik lagu “Dumes”, kita lanjutkan ke lirik setelahnya, yaitu Kaya aku wingi, awak dewe isoh ngobrol tekan wengi.

Terdapat kosakata bahasa Indonesia yang digunakan dalam kutipan lirik tersebut, yaitu ngobrol yang merupakan bahasa gaul dari mengobrol.

Kita berlanjut ke lirik lagu “Nemen” yang dinyanyikan oleh Gilga Sahid, yaitu Aku ra masalah yen kon berjuang dewe. Sing penting kowe bahagia endinge.

Terdapat kosakata bahasa Indonesia dalam kutipan lirik lagu tersebut, yakni berjuang dan bahagia. Selain itu, terdapat kosakata bahasa Inggris yang digunakan dalam lirik tersebut, yakni ending.

Akan tetapi, ending dalam lirik tersebut ditambahi dengan akhiran bahasa Jawa -e sehingga menjadi endinge.

Masih memperhatikan lirik di lagu “Nemen”, kita berlanjut ke lirik setelahnya, yaitu Kurang apa, nek ku mertahanke kowe.

Terdapat kosakata yang dibentuk dari bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dalam lirik ini, yaitu mertahanke yang terbentuk dari me- + tahan + -ke. Awalan me- dan akhiran -ke dalam hal ini merupakan awalan dalam bahasa Jawa.

Jika berbentuk mertahanke yang memiliki arti ‘mempertahankan’ dibentuk dalam bahasa Jawa akan menjadi nahanake. Namun, kosakata mertahanke ini dipilih dengan tujuan untuk membentuk ragam bahasa tertentu dalam peristiwa campur kode.

Tidak hanya “Nemen”, lirik yang dinyanyikan oleh Gilga Sahid yang berjudul “Nemu” juga mengandung campur kode antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, yaitu Matur suwun Gusti mpun maringi sing gemati. Yang pergi biarlah pergi, ana kowe sing ngancani.

Penggunaan bahasa Indonesia dalam lirik lagu berbahasa Jawa tersebut terlihat pada klausa "yang pergi biarlah pergi" dalam satu kalimat majemuk dengan klausa lain berbahasa Jawa.

Kita berpindah ke lirik lagu yang viral beberapa waktu yang lalu, yaitu lagu “Rungkad” yang dinyanyikan oleh Happy Asmara.

Lirik lagu ini pun menggunakan campur kode di dalamnya, yaitu Aku terlalu sayang nganti ra krasa dilarani.

Terdapat klausa bahasa Indonesia dalam lirik lagu berbahasa Jawa ini, yaitu "aku terlalu sayang". Klausa tersebut digunakan dalam satu kalimat dengan klausa lain yang berbahasa Jawa, yaitu ra krasa dilarani.

Setelah memperhatikan penggunaan campur kode dalam lirik-lirik lagu di atas, pertanyaannya apakah hal tersebut boleh dilakukan?

Tentu saja boleh. Alasannya, penggunaan campur kode dalam suatu unsur kebahasaan memiliki tujuan tertentu, dalam hal lirik lagu ini, seperti membuat pendengar dapat lebih mudah memahami maksud penutur, membuat pendengar lebih tertarik terhadap hal yang dimaksud penutur.

Generasi muda Indonesia, terutama yang merupakan masyarakat Jawa lebih mudah menerima bahasa Jawa yang bercampur dengan bahasa Indonesia.

Akan tetapi, yang perlu diperhatikan dalam penggunaan campur kode adalah pembentukan kata dalam bahasa Indonesia tersebut sebaiknya lebih dibakukan lagi.

Jadi, lebih baik kata tersebut merupakan kata yang dibentuk utuh dari bahasa Indonesia baru kemudian digunakan bersama dengan kata-kata dalam bahasa Jawa.

Dengan kata lain, bukan kosakata yang dibentuk dari imbuhan bahasa Jawa dengan kosakata bahasa Indonesia.

Untuk itu, penulis lirik lagu berbahasa Jawa populer seperti di atas sebaiknya memperhatikan pembentukan kata tersebut agar masyarakat pendengar dapat memahami dan ikut menggunakannya dengan lebih tepat.

https://www.kompas.com/hype/read/2024/01/14/151030066/menilik-fenomena-campur-kode-dalam-lagu-populer-berbahasa-jawa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke