Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Maroko Bukan Ayam Sembelih

Kompas.com - 15/12/2022, 08:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PIALA Dunia 2022 telah mendekati garis ahir. Tim Maroko telah menyedot perhatian dunia karena tidak pernah ada yang memprediksi dan menjagokan tim ini, bisa masuk babak semi-final.

Dengan demikian, untuk kali awal dalam sejarah persepakbolaan, baru kali ini ada wakil dari negara Arab dan Afrika, yang menyentuh level tersebut.

Ini bukan sekadar peruntungan atau keajaiban belaka, karena tim ini sukses menggilas Spanyol yang pernah juara dunia dan Portugis yang surplus nama-nama besar.

Semua ini bermula dari kejeniusan Walid Redragui, arsitek tim sepak bola Maroko, yang berhasil meramu racikan yang bernama tim solid Maroko.

Begitu Walid mengambil alih kepemimpinan tim, ia langsung memanggil 14 putra-putra terbaik Maroko yang merumput di berbagai belahan dunia.

Walid diprotes dan dicerca karena dianggap mengabaikan potensi dalam negeri. Ia tidak peduli. Keyakinannya telah membatu.

Keputusan Walid sangat benar. Betapa tidak, orang-orang yang bepergian ke negara lain, pastilah memiliki mental petarung. Mereka adalah orang-orang pilihan yang tahan banting, surplus dengan kalkulasi dan dipadati keinginan untuk menaklukkan.

Mereka memiliki daya juang dalam hidup yang sangat luar biasa. Tidak gampang menyerah, apalagi ditaklukkan.

Mereka bukan orang yang bermental inferiority complex, tetapi bermental superiority. Ingin membuktikan diri sebagai ayam petarung, bukan ayam sembelihan.

Mental tersebut dilengkapi daya dorong imajinasi untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dan besar. Begitulah orang-orang asing yang tinggal di luar negeri.

David McLelland, seorang ahli psikologi menyatakan, kemajuan seseorang ditentukan oleh N-ach (need for achievement), kebutuhan untuk mencapai sesuatu yang dimilikinya. Makin tinggi N-ach seseorang, makin tinggi pula tingkat pencapaiannya.

Orang-orang yang tinggal di negara-negara asing memiliki N-ach tinggi karena mereka memiliki imajinasi dan daya juang tinggi.

Di sinilah kejelian seorang Walid, memanggil putra-putra terbaik Maroko, yang tersebar merumput di berbagai belahan dunia.

Mereka terserak, tapi ingin membuktikan bahwa mereka mencintai negerinya. Mereka ingin jadi pahlawan buat negerinya.

Kondisi batin seperti inilah yang dipahami dan diyakini oleh Walid. Menyatukan butir-butir mutiara yang terserak itu, menjadi sebuah untaian kalung yang indah dan mahal: tim sepak bola Maroko yang disegani dan dikagumi di Piala Dunia 2022. Sebuah tim yang beranggotakan orang-orang pantang menyerah dan ingin berbakti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com