Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

100 Lebih Kapal China Masuk Laut China Selatan secara Ilegal, Filipina Berang

Kompas.com - 10/06/2022, 17:00 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber AFP

MANILA, KOMPAS.com – Pemerintah Filipina telah memprotes kehadiran "ilegal" lebih dari 100 kapal China di sekitar karang yang disengketakan di titik nyala Laut China Selatan, dan menggambarkannya sebagai sumber ketidakstabilan regional.

Pihak berwenang melihat kapal-kapal itu di sekitar gugus Karang Whitsun yang berbentuk bumerang pada April 2022 atau setahun setelah insiden "bergerombolan" serupa menyebabkan pertikaian diplomatik.

Namun, Kantor Luar Negeri Filipina baru pada Kamis (9/6/2022) mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan pengaduan resmi dengan kedutaan besar China di Manila atas temuan itu.

Baca juga: China Akan Gelar Latihan Militer Lagi di Laut China Selatan, Tutup Area 100 Km Persegi

Filipina dan China telah lama terkunci dalam perselisihan atas bagian-bagian Laut China Selatan, yang hampir semuanya diklaim China memiliki hak eksklusif.

"Kehadiran kapal penangkap ikan dan maritim China yang tidak sah bukan hanya ilegal, tetapi juga merupakan sumber ketidakstabilan di kawasan itu," kata Kementerian Luar Negeri Filipina.

“Filipina meminta China untuk mematuhi kewajibannya di bawah hukum internasional, berhenti menunjukkan perilaku ilegal dan tidak bertanggung jawab, menghindari meningkatnya ketegangan di laut, dan segera menarik semua kapalnya dari zona maritim Filipina,” tambah Kementerian, dilansir dari AFP.

Kementerian tersebut tidak mengungkapkan apakah telah ada tanggapan Pemerintah China atau belum dan apakah kapal-kapal itu masih berada di daerah tersebut atau tidak.

AFP menulis, Kedutaan China di Manila tidak menanggapi permintaan komentar.

Kementerian Luar Negeri Filipina mengatakan, sebanyak 210 kapal China "berkerumun" di sekitar Whitsun sejak 7 Maret tahun lalu, berlama-lama di daerah itu selama berminggu-minggu.

Baca juga: Saat Biden Kunjungi Asia, Beijing Gelar Latihan Militer di Laut China Selatan

China mengatakan, kapal-kapal itu adalah kapal penangkap ikan yang berlindung dari cuaca buruk, tetapi Filipina menolak penjelasan itu, dengan mengatakan tidak ada badai di daerah itu pada saat itu.

Filipina mengatakan telah mengajukan lebih dari 300 protes diplomatik atas tindakan China di perairan yang disengketakan selama enam tahun terakhir.

Bulan lalu, Kementerian Luar Negeri Filipina mengatakan telah memanggil seorang pejabat senior kedutaan China pada 13 April untuk memprotes adanya gangguan terhadap kapal penelitian kelautan Taiwan dengan ilmuwan Filipina di dalamnya oleh kapal penjaga pantai China.

Kementerian itu juga sudah mengajukan protes terpisah pada bulan lalu atas praktik tahunan China yang menyatakan larangan penangkapan ikan di wilayah di luar "hak maritim yang sah".

Baca juga: Filipina Sebut Kapal China Lakukan Manuver Berbahaya Saat Kedapatan Berada di Laut China Selatan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Ukraina Serang Ossetia Utara di Rusia dengan Drone, 700 Km Jauhnya dari Garis Depan

Ukraina Serang Ossetia Utara di Rusia dengan Drone, 700 Km Jauhnya dari Garis Depan

Global
Menhan Swedia Khawatir Insiden di Laut China Selatan Ancam Keamanan Global

Menhan Swedia Khawatir Insiden di Laut China Selatan Ancam Keamanan Global

Global
Kisah 'Penyihir Malam', Pasukan Pilot Perempuan Soviet yang Ditakuti Nazi

Kisah "Penyihir Malam", Pasukan Pilot Perempuan Soviet yang Ditakuti Nazi

Global
Israel Selamatkan 4 Sandera dari Gaza, Termasuk Noa Argamani

Israel Selamatkan 4 Sandera dari Gaza, Termasuk Noa Argamani

Global
Cerita Para Warga Rakhine Mengaku Disiksa Junta Myanmar

Cerita Para Warga Rakhine Mengaku Disiksa Junta Myanmar

Global
Bos Bank Terbesar Rusia Sebut Perekonomian Rusia Alami Overheating

Bos Bank Terbesar Rusia Sebut Perekonomian Rusia Alami Overheating

Global
Pemburu Harta Karun Temukan Uang Rusak Rp 1,6 Miliar di Brankas

Pemburu Harta Karun Temukan Uang Rusak Rp 1,6 Miliar di Brankas

Global
Proporsi Perempuan dan Anak-anak Palestina Yang Terbunuh Dilaporkan Menurun

Proporsi Perempuan dan Anak-anak Palestina Yang Terbunuh Dilaporkan Menurun

Global
Akibat Perang Dunia II, Buku Ini Telat 84 Tahun Dikembalikan ke Perpustakaan

Akibat Perang Dunia II, Buku Ini Telat 84 Tahun Dikembalikan ke Perpustakaan

Global
Rencana Larangan Merokok di Liverpool pada 2030 Tuai Reaksi Keras

Rencana Larangan Merokok di Liverpool pada 2030 Tuai Reaksi Keras

Global
4 Mayat, 1 Kerangka, dan 11 Ton Sampah Dibersihkan dari Gunung Everest

4 Mayat, 1 Kerangka, dan 11 Ton Sampah Dibersihkan dari Gunung Everest

Global
Korsel Waspada Korut Terbangkan Balon Isi Sampah Lagi Saat Akhir Pekan

Korsel Waspada Korut Terbangkan Balon Isi Sampah Lagi Saat Akhir Pekan

Global
Gara-gara Dapat Nilai Jelek, Anak Ini Ditinggal Ibunya di Jalan Raya

Gara-gara Dapat Nilai Jelek, Anak Ini Ditinggal Ibunya di Jalan Raya

Global
Kalah Gugatan, McDonald's Harus Ganti Nama Chicken Big Mac di Eropa

Kalah Gugatan, McDonald's Harus Ganti Nama Chicken Big Mac di Eropa

Global
Rangkuman Hari Ke-835 Serangan Rusia ke Ukraina: Ukraina Penuhi Kriteria Gabung UE | Rusia Anggap Perancis Siap Ikut Perang

Rangkuman Hari Ke-835 Serangan Rusia ke Ukraina: Ukraina Penuhi Kriteria Gabung UE | Rusia Anggap Perancis Siap Ikut Perang

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com