Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Andi Nurhaina WNI Dosen Bahasa Indonesia di Jerman: Mahasiswanya Kritis Banyak Tanya

Kompas.com - 27/12/2021, 19:02 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Marjory Linardy/DW Indonesia

 

MUENCHEN, KOMPAS.com - Andi Nurhaina kelahiran Palembang. Dia bercerita, seorang kakaknya menyebut diri mereka “Pugis Kesuma,” singkatan dari putri Bugis kelahiran Sumatera.

Dia mengaku tidak berani menyebut diri orang Bugis karena merasa lebih mengenal kota Palembang. Selain itu, walaupun masih mengerti bahasa Bugis, mengingat sudah 20 tahun lebih tinggal di Jerman, dia tidak pernah memakai bahasa itu lagi. Sedangkan bahasa Palembang masih dia gunakan.

Bagi Andi Nurhaina bagus sekali jika orang sejak kecil sudah terbiasa menggunakan beberapa bahasa. Sehingga begitu dewasa dan pindah ke kota atau negara lain, orang sudah terbiasa untuk tidak terpaku pada satu bahasa saja, dan lebih mudah menyesuaikan diri.

Baca juga: Cerita WNI Asal Semarang Promosikan Mandi Kembang di Amerika, Tiap Minggu Produksi 150 Sabun

Di lain pihak dia juga menyayangkan, bahwa dia tidak menguasai bahasa ibunya, yaitu bahasa Bugis, dan dengan demikian juga tidak dapat meneruskan bahasa ini kepada anak-anaknya.

Masa sekolah dari SD sampai SMA dia lewatkan di Palembang, setelah selesai SMA dia tidak tahu akan berkuliah apa. Sebetulnya dia ingin menjadi seniman karena dia senang menggambar, tetapi ketika teman-temannya semua ikut Sipenmaru (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru), dia ikut mendaftar. Berhubung sekedar mendaftar, dia tidak ingat lagi waktu itu memilih jurusan apa dan di universitas mana.

Hijrah ke Jakarta untuk berkuliah di IKIP

Ketika berjalan-jalan ke Jakarta mengunjungi kakaknya, kebetulan seorang tetangga melihat pengumuman penerimaan Sipenmaru, dan menunjukkan bagian koran yang memuat daftar penerima Sipenmaru kepada ayahnya. Ternyata dia diterima untuk berkuliah jurusan bahasa Jerman di IKIP Jakarta.

“Ya sudah saya coba deh. Kalau enak saya teruskan, kalau enggak ya saya kabur lagi ke Palembang,” kata Andi Nurhaina sambil tertawa.

Ternyata dia suka sehingga diteruskan sampai selesai. Kebetulan juga, Goethe-Institut punya kerja sama dengan IKIP Jakarta, sehingga mahasiswa IKIP bisa mengikuti kursus tanpa harus membayar. Dari Goethe-Insitut jugalah, dia mendapat beasiswa untuk kursus bahasa Jerman di Jerman, yaitu di kota Muenchen.

Ketika sedang mengikuti kursus bahasa Jerman, dia dihubungi oleh Goethe-Institut Jakarta, karena kebetulan ada penawaran pendidikan untuk jadi guru bahasa Jerman.

Jadi setelah kembali dari Jerman, Andi Nurhaina langsung memulai pendidikan untuk jadi guru bahasa Jerman di Goethe-Institut Jakarta. Itu tahap pertamanya. Sedangkan tahap keduanya adalah pendidikan tentang Landeskunde atau wawasam kejermanan di kota Muenchen.

Di antara pendidikan kedua tahap itu, dia sempat mengajar bahasa Jerman selama setahun di tingkat dasar atau Grundstufe. Saat itu, atasannya di bagian bahasa di Goethe Institut sudah mengatakan, akan menempatkan dia untuk mengajar di tingkat yang lebih tinggi, yaitu tingkat menengah atau Mittelstufe.

Ketika itu dia panik. “Bahasa Jerman saya masih terbata-bata begini, disuruh mengajar di tingat menengah.“

Ia kemudian berniat melanjutkan kuliah satu semester di Muenchen setelah pendidikan tahap kedua selesai untuk memperbaiki kemampuan berbahasa Jermannya. Berhubung Goethe-Institut tidak menawarkan beasiswa untuk program di universitas, dia memutuskan untuk membiayai sendiri. Maka setelah selesai pendidikan, dia mulai berkuliah di jurusan sastra Jerman di Ludwig-Maximilians-Universität München.

Baca juga: Novalia Pishesha, WNI Peneliti di AS, Temukan Vaksin Covid-19 yang Mudah Diproduksi di Indonesia

Andi Nurhaina (tengah).DOK ANDI NURHAINA via DW INDONESIA Andi Nurhaina (tengah).
Berusaha membiayai sendiri kuliah di Jerman

Walaupun ayahnya menawarkan akan membiayai kuliahnya, Andi Nurhaina menolak karena ketika itu Indonesia sedang dilanda krisis moneter. Jadi dia bertekad membiayai sendiri kuliahnya dengan bekerja di kantor urusan kerja sama internasional di Universitas Muenchen.

Kebetulan sekali atasannya ketika itu adalah penggemar Indonesia. Dialah yang memberitahukan kepada Andi Nurhaina tentang lowongan kerja sebagai pengajar Bahasa Indonesia di Fachhochschule Konstanz.

Ketika itu dia malas untuk melamar, karena berpikir setelah satu semester dia akan kembali ke Indonesia. Tapi atasannya ternyata tidak pantang mundur.

“Setiap kali ketemu ditanya lagi. Ketemu lagi, ditanya lagi,“ tutur Andi Nurhaina. Si atasan berkeras, kalau melamar dia akan menambah pengalaman juga, apalagi kalau sampai dipanggil untuk wawancara. Jadi akhirnya dia melamar, dan ternyata dipanggil.

Dalam prosesnya, dia diberi kesempatan mengajar selama 30 menit. Walaupun sudah tidak mengajar selama dua tahun, Andi Nurhaina merasa kembali menemukan kesenangannya dalam mengajar.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com