NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Pemerintah Selandia Baru menyatakan, mereka menghentikan hubungan militer dan politik buntut kudeta di Myanmar.
Dalam pernyataannya, Perdana Menteri Jacinda Ardern meminta dunia untuk mengutuk "apa yang sedang kita saksikan di Myanmar".
PM Ardern menuturkan, butuh bertahun-tahun untuk membangun demokrasi di negara yang masuk kawasan Asia Tenggara itu.
Baca juga: Meski Dapat Peringatan, Demo Menentang Kudeta Militer Myanmar Tetap Jalan
"Saya pikir setiap warga Selandia Baru akan sangat sedih melihat apa yang terjadi dalam beberapa hari terakhir," paparnya dikutip AFP Selasa (9/2/2021).
Ardern menyatakan, "Negeri Kiwi" akan memberikan respons kuat melalui kebijakan yang mereka umumkan atas Myanmar.
PM berusia 40 tahun itu menuturkan, salah satu bentuk "hukuman" adalah larangan masuk bagi petinggi senior militer Myanmar.
Pada 1 Februari lalu, Tatmadaw, sebutan militer Myanmar, menyerbu dan menangkap sejumlah pemimpin sipil Myanmar.
Di antaranya adalah Aung San Suu Kyi, dan sejumlah tokoh dari partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi atau NLD.
Ardern menuturkan, Wellington ingin agar Dewan HAM PBB menggelar pertemuan khusus dan membahas situasi selama kudeta berlangsung.
Baca juga: Militer Myanmar Berlakukan Jam Malam dan Larang Pertemuan Lebih dari 5 Orang Pasca-demo Terbesar
PM sejak 2017 itu menerangkan, negaranya memberi bantuan ke Myapyidaw senilai 42 juta dollar Selandia Baru (Rp 426 miliar).
Dia berujar, bantuan itu bisa tetap diberikan dengan syarat, bantuan itu tidak sampai disalahgunakan oleh junta.
Ardern mengakui, negaranya tidak mempunyai pengaruh besar atas Tatmadaw. Namun dia mengungkapkan sempat mendapat ucapan terima kasih dari Suu Kyi.
Penerima Nobel Perdamaian edisi 1991 itu berterima kasih atas bantuan Wellington dalam transisi demokrasi di Myanmar.
"Mereka sangat dihargai dan dihormati. Saya kira fakta ini memainkan peran krusial di masa kritis seperti ini," ujar dia.
Baca juga: Jenderal Senior Myanmar Sebut Alasan Mereka Lakukan Kudeta Sudah Benar
Setelah mengambil alih pemerintahan, junta mengumumkan masa darurat selama satu tahun dan menjanjikan pemilu baru.
Mereka juga berjanji bakal menyerahkan kekuasaan ke siapa pun pemenang pemilu, meski tak menyebut kapan persisnya dihelat.
Sementara Menteri Luar Negeri Nanaia Mahuta menegaskan, tidak ada kecurangan yang dilakukan NLD saat menang lebih dari 80 persen.
"Selandia Baru tak mengakui pemerintahan dipimpin militer. Menyusul kudeta pekan lalu, kami menghentikan hubungan tingkat tinggi," tegas Mahuta.
Baca juga: Militer Myanmar Berjanji Kembalikan Kekuasaan Setelah Pemilu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.