Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporan PBB Tuduh Pemerintah Yaman Korupsi dan Houthi Curi Pendapatan Negara

Kompas.com - 28/01/2021, 20:03 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Reuters

NEW YORK, KOMPAS.com - PBB menuduh Pemerintah Yaman melakukan pencucian uang dan korupsi, yang berdampak buruk pada akses ke pasokan makanan yang memadai di negara itu.

Melansir Reuters pada Selasa (26/1/2021) laporan pengawas sanksi independen PBB juga menuding Kelompok Houthi mengumpulkan setidaknya 1,8 miliar dollar AS (Rp 25,3 triliun) dari penerimaan negara itu pada 2019.

Dana itu digunakan untuk membantu mendanai upaya perangnya.

Laporan tahunan kepada Dewan Keamanan PBB tentang penerapan sanksi internasional terhadap Yaman itu, bertepatan dengan pejabat PBB yang mengatakan bahwa negara itu berada di ambang kelaparan skala besar dengan jutaan warga sipil dalam risiko.

Padahal menurut para pemantau, Arab Saudi menyetor 2 miliar dollar AS (Rp 28,1 triliun) ke Bank Sentral Yaman. Pengiriman pada Januari 2018 itu dilakukan di bawah program pembangunan dan rekonstruksi Yaman.

Uang tersebut dimaksudkan untuk mendanai kredit untuk membeli komoditas, seperti beras, gula, susu dan tepung. Dengan itu diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan dan menstabilkan harga domestik.

Baca juga: Pemerintahan Biden Setop Dukungan ke Arab Saudi yang Perangi Houthi di Yaman

Investigasi PBB menemukan bahwa Bank Sentral Yaman melanggar aturan valuta asingnya, memanipulasi pasar valuta asing, dan "mencuci sebagian besar dari deposito Saudi dalam skema pencucian uang yang canggih."

Hal itu membuat perusahaan swasta menerima rejeki nomplok 423 juta dollar AS (Rp 5,9 miliar).

Laporan PBB mengatakan uang publik sebesar 423 juta dollar AS itu telah ditransfer secara ilegal ke perusahaan swasta. Dokumen yang disediakan oleh Bank Sentral Yaman gagal menjelaskan mengapa mereka mengadopsi strategi yang merusak itu.

Para pengawas menyebut itu sebagai tindakan pencucian uang dan korupsi yang dilakukan lembaga pemerintah.

Bank Sentral Yaman dan Pemerintah Yaman disebut berkolusi dengan bisnis dan tokoh politik yang ditempatkan secara strategis. Mereka menguntungkan kelompok yang memiliki hak istimewa, diantaranya pedagang dan pengusaha.

Pemerintah Yaman dan Bank Sentral tidak segera menanggapi permintaan komentar atas tuduhan tersebut.

Laporan PBB mengatakan bahwa di daerah-daerah yang dikendalikan oleh Houthi, kelompok itu mengumpulkan pajak dan pendapatan negara lainnya. Uang itu seharusnya digunakan untuk membayar gaji pemerintah dan memberikan layanan dasar kepada publik.

Diperkirakan Houthi mengalihkan setidaknya 1,8 miliar dollar AS (Rp 25,3 triliun) pada 2019, "sebagian besar" digunakan untuk mendanai upaya perang mereka.

Houthi tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari tuduhan dalam laporan PBB tersebut.

Baca juga: Uni Eropa Kecam AS Label Teroris Houthi Dapat Ancam Krisis Yaman Makin Buruk

Koalisi militer pimpinan Arab Saudi melakukan intervensi di Yaman pada 2015. Hal itu dilakukan untuk mendukung pasukan pemerintah memerangi Houthi dalam perang yang secara luas dianggap sebagai konflik proksi antara sekutu AS, Arab Saudi dan Iran.

Pejabat PBB berusaha menghidupkan kembali pembicaraan damai untuk mengakhiri perang, karena penderitaan Yaman juga diperburuk oleh keruntuhan ekonomi dan pandemi Covid-19.

Para pengawas PBB melaporkan "ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa individu atau entitas di Iran terlibat dalam pengiriman senjata dan komponen senjata ke Houthi", yang melanggar embargo senjata PBB.

Iran membantah dukungan semacam itu untuk Houthi.

Baca juga: Pesan Damai Paus Fransiskus: Mari Kita Pikirkan Anak-anak di Yaman yang Kelaparan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com