Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Pendidikan Tinggi Harus Jadi Kebutuhan Dasar dan Dijamin Pemerintah

Kompas.com - 17/05/2024, 12:27 WIB
Sania Mashabi,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pengamat Pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin mengatakan, seharusnya pendidikan tinggi menjadi bagian dari pendidikan dasar bukan kebutuhan tersier.

Pendidikan tinggi, kata Totok, adalah salah satu hak yang harus bisa diakses oleh semua warga negara Indonesia (WNI).

"Pendidikan bukan barang atau jasa mewah, tapi (Harus jadi) kebutuhan dasar, kalau bisa setiap warga negara berhak mendapatkannya sampai ke jenjang pendidikan tinggi," kata Totok saat dihubungi Kompas.com, Jumat (17/5/2024).

Baca juga: 10 PTN Menaikkan Biaya Kuliah 2024, Ada UI dan UGM

Menurut Totok, sudah menjadi tugas pemerintah untuk mewujudkan hak pendidikan pada setiap masyarakat Indonesia meski dengan anggaran terbatas.

Totok mengatakan, pemerintah bisa mengajak semua pihak untuk bekerja sama untuk membantu seluruh masyarakat Indonesia mengakses pendidikan tinggi.

"Mestinya pemerintah tetap menunjukkan niat dan ikhtiar untuk membantu anak dari keluarga miskin bisa kuliah. Jangan melihat anggaran terbatas lalu menyerah dan bilang dikti tidak wajib," ujarnya.

Terlebih lagi, lanjut Totok, bekal pendidikan tinggi sangat penting untuk membantu masyarakat kurang mampu naik ke tingkatan ekonomi layak.

"Kalau tidak ada uluran tangan pemerintah, mereka akan tetap berada dalam kubangan kemiskinan yang turun temurun. Bukan itu tujuan republik ini dulu didirikan," pungkas Totok.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengatakan bahwa pendidikan di perguruan tinggi bersifat tersier.

Baca juga: UAD Buka Beasiswa S1 Kedokteran 2024, Kuliah Gratis dan Tunjangan

 

Hal tersebut dipaparkan Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek, Prof. Tjitjik Tjahjandarie. Menurutnya, pendidikan di perguruan tinggi hanya ditujukan bagi lulusan SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah yang ingin mendalami lebih lanjut suatu ilmu.

"Tetapi dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan ini adalah tersiery education. Jadi bukan wajib belajar," kata Prof. Tjitjik di Kantor Kemendikbud Ristek, Jakarta Selatan, Rabu (15/5/2024).

Prof. Tjitjik mengatakan, tidak semua lulusan SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah harus melanjutkan pendidikannya perguruan tinggi karena sifatnya adalah pilihan.

Meski demikian, kata Prof. Tjitjik, pemerintah tetap berusaha untuk memberikan akses pendidikan tinggi ke semua kalangan masyarakat baik yang mampu atau tidak.

Salah satu caranya dengan mewajibkan perguruan tinggi negeri (PTN) untuk membuat kelompok dalam penentuan Uang Kuliah Tungga (UKT) mahasiswa.

PTN wajib menerapkan biaya UKT paling kecil sebesar Rp 500.000 untuk kelompok satu dan Rp 1 juta untuk kelompok dua.

"Dari kelompok UKT dua ke ketiga biasanya tidak naik signifikan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com