BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Kemendikbud

Kisah Asnawir, Kepala SMP Muhammadiyah 2 Tarakan yang Dijuluki Duta PMM

Kompas.com - 06/03/2024, 14:03 WIB
Aningtias Jatmika,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pemanfaatan Platform Medeka Mengajar (PMM) tidak bisa dimungkiri sempat membingungkan kalangan guru saat pertama kali dikenalkan pada awal 2022.

Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah 2, Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Asnawir, adalah salah satunya.

Awalnya, Kepala Sekolah yang dijuluki Duta PMM oleh koleganya itu mengaku kebingungan dalam menggunakan platform yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) untuk membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman tentang Kurikulum Merdeka tersebut.

“Jujur saja, kami juga awalnya bingung seperti apa caranya menerapkan Kurikulum Merdeka,” cerita Asnawir melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (6/3/2024).

Dengan sabar, Asnawir mempelajari PMM. Ia mengulik satu per satu fitur yang disediakan aplikasi tersebut dan merasakan sendiri manfaatnya, baik bagi dirinya sebagai tenaga pendidik maupun sekolah.

“Di PMM ada fasilitas, seperti video pembelajaran dan pelatihan mandiri. Ada juga fungsi perangkat, asesmen, serta video bukti karya, dan seterusnya. Semua itu membuat kami mendapatkan banyak inspirasi untuk menerapkan Kurikulum Merdeka,” tutur Asnawir.

Hingga kini, fasilitas yang disediakan Kemendikbud Ristek dalam aplikasi semakin berkembang. PMM juga menyediakan berbagai sumber ajar yang dapat meningkatkan kompetensi dan sekaligus mengintegrasikan pengembangan karier guru. PMM pun telah diunduh oleh lebih dari 3,5 juta guru.

Baca juga: Implementasi Kurikulum Merdeka demi Tingkatkan Kualitas Belajar Siswa

Asnawir menilai, PMM turut membuka kesempatan pelatihan bagi guru. Hal ini sesuai dengan tujuan pembuatan PMM, yakni memberikan kesempatan sama bagi guru untuk belajar sehingga pendidikan Indonesia bisa lebih maju.

Semula, lanjut Asnawir, kesempatan itu harus didapat lewat proses yang memakan waktu dan usaha.

Bahkan, tidak sedikit guru yang sudah mengajar puluhan tahun belum juga mendapatkan pelatihan karena harus menunggu giliran atau ditunjuk oleh dinas dan satuan pendidikan terkait.

Kondisi itu terjadi akibat keterbatasan sumber daya, logistik, dan biaya untuk dapat menghadirkan pelatihan yang merata di seluruh Indonesia.

Butuh kesabaran

Asnawir bercerita, sekolah lain sempat ragu untuk menerapkan beberapa materi-materi yang tersedia di PPM.

“Saat itu, teman-teman di sekolah lain belum menggunakan PMM. Namun, kami berani menerapkan untuk dilakukan di sekolah kami,” cerita Asnawir.

Dari situ, Asnawir pun berinisiatif membantu tenaga pengajar lain untuk dapat memanfaatkan PMM secara maksimal. Karena itulah, dia dijuluki sebagai Duta PMM.

Dia menyadari, pengimplementasian Kurikulum Merdeka tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi, setiap daerah di Indonesia memiliki situasi yang berbeda.

Hal tersebut juga disadari pemerintah. Oleh sebab itu, Kemendikbud Ristek menyediakan berbagai dukungan, seperti penyediaan tiga opsi untuk melakukan implementasi Kurikulum Merdeka, yakni Mandiri Belajar, Mandiri Berubah, dan Mandiri Berbagi.

Dalam penerapan Mandiri Belajar, sekolah menggunakan struktur Kurikulum 2013 dalam mengembangkan kurikulum satuan pendidikannya serta menerapkan beberapa prinsip Kurikulum Merdeka dalam pembelajaran dan asesmen.

Kemudian, pada Mandiri Berubah, sekolah menggunakan struktur Kurikulum Merdeka dalam mengembangkan kurikulum satuan pendidikannya serta menerapkan prinsip-prinsip Kurikulum Merdeka dalam pembelajaran dan asesmen.

Opsi terakhir, Mandiri Berbagi sama seperti Mandiri Berubah. Perbedaannya, sekolah yang memilih opsi ini berkomitmen untuk membagikan praktik baik dalam implementasi Kurikulum Merdeka kepada sekolah lain.

Opsi Mandiri Berbagi merupakan upaya pemerintah untuk mendorong pembentukan komunitas belajar dalam sekolah dan antarsekolah agar pengimplementasian Kurikulum Merdeka bisa berjalan merata dan tidak ada sekolah yang tertinggal.

Baca juga: Keunggulan Kurikulum Merdeka, Akan Jadi Kurikulum Nasional 2024

SMP Muhammadiyah 2 yang dipimpin Asnawir sendiri merupakan satu-satunya sekolah yang mendapatkan status Mandiri Berbagi di Kalimantan Utara.

Karena itu, Asnawir berkeliling untuk memberikan bimbingan terkait PMM. Sejak Oktober 2022, Asnawir telah berkeliling ke sekitar 490 sekolah di Kalimantan Utara untuk memberikan bimbingan tersebut.

Asnawir memahami bahwa terdapat perbedaan persepsi dalam penerapan PMM di lapangan. Hal ini sering kali menimbulkan miskonsepsi tentang platform tersebut. Tak jarang, PMM dianggap hanya merepotkan guru.

“Banyak kawan-kawan (pengajar) menggunakan PMM hanya untuk mengejar centang hijau. Jadi, kami ajarin mereka menggunakan PMM. Baik fungsi mengajar, belajar, maupun bekerja, di PMM lengkap semua,” cerita Asnawir.

Agar dipahami, Asnawir meminta tenaga pendidik untuk tidak melewatkan video pembelajaran yang tersedia di PMM. Setelah itu, para guru diminta untuk melakukan aksi nyata sebagai cara untuk menerapkan ilmu tersebut.

Dijuluki Duta PMM, Asnawir berkeliling ke sekolah-sekolah di Kalimantan Utara untuk memberikan edukasi kepada pengajar terkait penggunaan PMM dan implementasi Kurikulum Merdeka. Kemendikbud Ristek Dijuluki Duta PMM, Asnawir berkeliling ke sekolah-sekolah di Kalimantan Utara untuk memberikan edukasi kepada pengajar terkait penggunaan PMM dan implementasi Kurikulum Merdeka.

Dari situ, anggapan bahwa PMM membebani guru berhasil ditepis lewat edukasi yang dilakukan Asnawir.

Dia menambahkan, PMM justru membuatnya lebih fokus mengurus sekolah. Ia tidak perlu menghabiskan waktu untuk melakukan kunjungan dalam menyiapkan kurikulum satuan ajar pendidikan. Sebab, semua materi tersedia di PMM.

“Dengan PMM, Bapak dan Ibu (guru) kapan pun (dan berapa lama pun) mau belajar, (baik) 15 menit, 20 menit, ataupun 1 jam, itu insyaallah bisa,” cerita Asnawir.

Asnawir juga menekankan kepada para guru untuk membentuk Komunitas Belajar. Menurut dia, komunitas ini dapat menjadi wadah bagi guru untuk saling belajar, berbagi, dan berkembang.

“Kami buat mereka berkelompok. Kami ajari pola berkolaborasi,” ucap Asnawir.

Asnawir meyakini, dampak positif PMM hanya bisa dirasakan jika seluruh pihak, khususnya guru, berkeinginan untuk mendapatkan dan mempraktikkan ilmu baru.

“Lakukan dengan sabar,” tegas dia.


Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com