Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggun Gunawan
Dosen

Anggun Gunawan merupakan dosen tetap di Program Studi Penerbitan, Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta dan dosen part-time di Sekolah Vokasi Universitas Indonesia Depok. Ia menyelesaikan S2 bidang Publishing Media dari Oxford Brookes University UK tahun 2020 dan S1 bidang Ilmu Filsafat dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada tahun 2014, ia berkesempatan mendapatkan beasiswa untuk belajar "Translation Copyright Transanction" di Jakarta dan Frankfurt Jerman dari Goethe Institut Indonesia.

Mimpi Internasionalisasi Perguruan Tinggi di Penghujung Era Menteri Nadiem

Kompas.com - 07/10/2023, 15:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TINGGAL kurang lebih setahun Nadiem Makarim berkarier (normal) sebagai Mendikbudristek, dikeluarkanlah Permendikbudristek No. 53 tahun 2023 pada 16 Agustus 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Pasal yang mendapat perhatian khusus di ruang publik adalah soal tidak wajibnya Skripsi, Tesis dan Disertasi sebagai tugas akhir studi dan dihapuskannya syarat publikasi jurnal untuk kelulusan mahasiswa.

Sebenarnya ada topik lain yang luput dari atensi masyarakat, yaitu soal internasionalisasi perguruan tinggi di Indonesia sehingga kualitas perguruan tinggi kita bisa bersaing di tataran global.

Terobosan Nadiem ini tentu berbeda dengan semangat pendahulunya yang mendorong percepatan produksi artikel jurnal akademisi Indonesia sehingga mampu meningkatkan ranking kampus-kampus Indonesia yang tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.

Meskipun mahzab penjaminan mutu (Quality Assurance) berseberangan dengan mahzab pemeringkatan (World Class Ranking), berbagai regulasi dan pencitraan perguruan tinggi dilihat dari sejauh mana mereka mampu bersaing dalam klasemen perguruan tinggi terbaik dunia, misalnya, daftar kampus luar negeri penerima beasiswa LPDP.

Baru-baru ini (27 September 2023) The Times Higher Education kembali mempublikasikan World University Rankings 2024 yang mengukur performa 1904 perguruan tinggi dari 108 negara.

Hanya satu kampus di Indonesia yang berhasil masuk dalam deretan 1.000 besar dunia, yakni Universitas Indonesia yang menempati urutan 801-1000. Sementara kampus-kampus lainnya masih terseret-seret di peringkat 1200 ke bawah.

Sebelumnya, pada 27 Juni 2023 lalu, salah satu lembaga pemeringkatan perguruan tinggi yang dijadikan rujukan utama oleh kampus-kampus berbagai belahan dunia, QS (Quacquarelli Symonds), merilis QS World University Rankings 2024: Top Global Universities yang mencakup sekitar 1500 perguruan tinggi di 104 negara di dunia.

Hanya 26 perguruan tinggi di Indonesia yang bisa masuk daftar tersebut dari 4.004 universitas, institut, politeknik, akademi dan sekolah tinggi yang eksis di Indonesia tahun 2022 (BPS, 2023).

Artinya, hanya 0,6 persen (tidak sampai 1 persen) institusi pendidikan tinggi di Indonesia yang masuk jajaran kampus diperhitungan di skala internasional.

Dari angka tersebut, cuma 5 kampus yang berhasil bertengger di 500 besar dunia, dengan raihan tertinggi peringkat 237 oleh Universitas Indonesia.

Perguruan tinggi Indonesia tertinggal jauh dari Malaysia yang berhasil menempatkan 5 universitasnya di Top 200, bahkan Universiti Malaya menempati posisi 65 besar dunia.

Selain itu, kita juga ditinggalkan Thailand yang bisa menyodok pada posisi 211 lewat Chulalongkorn University.

Apalagi jika hendak dibandingan dengan Singapura yang sudah berkompetesi dengan kampus-kampus elite dunia dengan kesuksesan National University of Singapore menduduki klasemen kedelapan dan Nanyang Technological University yang berada di posisi 26.

Perbedaan antara THE dengan QS berada pada persentase elemen-elemen penilai. THE menetapkan porsi skor Teaching (30 persen), Research (30 persen), Citations (30 persen), International Outlook (7,5 persen), dan Industry Income (2,5 persen).

Sedangkan QS memakai enam indikator: Academic Reputation (40 persen), Employer Reputation (10 persen), Faculty/Student Ratio (20 persen), Citations per Faculty (20 persen), International Student Ratio (5 persen), International Staff Ratio (5 persen).

Dari sini sangat jelas tampak bahwa THE memberikan porsi yang besar pada riset dan publikasi, yakni sampai 60 persen. Sementara QS hanya memberikan porsi 20 persen untuk hal sama.

Sehingga kita bisa memahami bahwa melorotnya ranking kampus-kampus di Indonesia disebabkan masih adanya masalah serius terkait riset dan kualitas publikasi di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com