Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orangtua Diminta Pantau Gawai Gen Z, Bahaya Konten dan Perundungan

Kompas.com - 27/09/2023, 13:38 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Generasi Z (Gen Z) merupakan generasi yang berusia antara 8 hingga 23 tahun. Saat ini jumlahnya mencapai 27,94 persen dari seluruh populasi penduduk Indonesia.

Generasi ini dianggap paling mendominasi aktivitas di ruang siber media sosial. Interaksi sosial di dunia siber bisa berdampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam hal akses materi pembelajaran dan literasi digital serta pembentukan identitas dan koneksi sosial.

Baca juga: Rapor Pendidikan 2023: Kemampuan Literasi Murid Turun di Tingkat SMA

Namun begitu, juga terdapat ancaman bagi anak seperti peluang menjadi korban iklan, spam, pelacakan informasi pribadi, terlibat pengunduhan materi ilegal, dan kemungkinan terpapar konten pornografi dan perundungan siber.

Maka dari itu, orangtua memiliki peran penting dalam memantau aktivitas digital anak di gawai (handphone) pribadinya.

Berdasarkan riset mahasiswa Program Doktor Ilmu Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Annissa Reginasari menyatakan faktor kedekatan memainkan peran penting untuk mendukung penerapan pemantauan orangtua pada aktivitas digital anak disamping berusaha membangun kedekatan dengan anak.

Riset itu terkait pemantauan orangtua pada aktivitas digital anak, dengan melibatkan 433 orang responden selaku perwakilan orangtua berusia di atas 36 tahun yang tinggal di Yogyakarta dan Riau.

"Orangtua perlu mengurangi intensitas dan durasi anak menggunakan gawai tersambung internet dan mengalihkan perhatian kepada optimalisasi fungsi pengasuhan," kata Annisa dikutip dari laman UGM, Rabu (27/9/2023).

Annisa mengaku, kemampuan membangun kedekatan dengan anak akan membantu orangtua untuk mendapatkan informasi sukarela mengenai kegiatan sehari-harinya termasuk aktivitas di dunia digital.

"Secara operasional, orangtua perlu beri perhatian penuh saat anak bercerita tentang kegiatan daring dan luringnya, mengikuti media sosial yang dibuat anak atau dikelola orangtua, menjaga agar interaksi daring orangtua dan anak tidak mengancam kedekatan, dan pembentukan kepercayaan anak pada orangtua," ucapnya.

Baca juga: Kisah Athena, Lulus S2 UI dengan IPK 4,00 pada Usia 22 Tahun

Selain itu, orangtua perlu mengurangi konflik dengan anak, agar mereka bisa membangun kepercayaan yang holistik dengan orangtua. Lalu, secara terbuka mau bercerita soal pengalaman daring dan luringnya.

Sebab, anak bisa memercayai orangtua karena merasa aman dan tidak dihakimi atas apapun yang mereka cerita.

"Penting bagi orangtua memberikan penerimaan positif tanpa syarat kepada anak baik dalam konteks membangun kedekatan maupun dalam upaya melaksanakan pemantauan orang tua," jelas Annisa.

Soal kesukarelaan anak bercerita, sambung dia, menjadi pertanda orangtua sukses membangun relasi yang berkualitas dengan anak.

Baca juga: 4 Tips Kuliahkan Anak bagi Orangtua Bergaji Rp 4 Juta Per Bulan

"Anak dapat memilih untuk menceritakan pengalaman daring dan luring saat makan malam bersama dengan orangtua atau saat berkumpul dengan orangtua di hari libur sekolahnya," pungkas Annisa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com