Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosok Dokter Imel yang Tunanetra dan Dapat Beasiswa ke London

Kompas.com - 09/09/2023, 14:23 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sri Melati, atau yang akrab disapa Imel, dulunya adalah dokter yang punya banyak mimpi. Tapi mimpinya mulai berubah, saat dua bola matanya tak lagi bisa melihat. 

Imel adalah dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, pada 2009.

Baca juga: Cerita Siswa SMK Berjualan Sayur, Omzet hingga Rp 100 Juta Per Bulan

Lulus kuliah, Imel bertugas menjadi dokter di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur, selama setahun, tepatnya dari 2010 sampai 2011.

Namun, di tahun 2011 secara tiba-tiba Imel merasakan ada yang tak beres di kepalanya. Dokter memvonis Imel menderita tuberkulosis (TBC). 

Virus TBC kemudian banyak menggerogoti sistem saraf dalam kepala Imel. Pasca-operasi dan sempat mengalami koma selama tiga minggu, Imel justru mendapati kenyataan yang jauh lebih buruk. Ia terbangun dengan kondisi gangguan penglihatan hebat.

Mata kiri Imel mengalami kebutaan total, sedangkan penglihatan mata kanannya menjadi sangat terbatas atau mengalami tunnel vision. Dengan hanya tersisa mata kanannya, Imel masih bisa melihat seberkas cahaya seperti dari layar gawai dan masih sanggup membaca meskipun sangat terbatas.

Kariernya jadi dokter berhenti

Mengalami disabilitas di usia dewasa tentunya membuat hidup Imel terasa runtuh. Kariernya sebagai dokter harus terhenti.

Orangtuanya sempat sedih karena Imel satu-satunya orang yang berhasil jadi dokter di keluarga besarnya.

“Berat bagi keluarga menerima (kondisi disabilitas netra), berat bagi saya,” ujar Imel dilansir dari laman Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Baca juga: 18 Beasiswa S1-S3 di Asia, Tawarkan Kuliah Gratis hingga Tunjangan

Setelah masa koma, Imel juga harus merasakan separuh badannya mengalami kelumpuhan.

Siapa pun akan stres saat di posisi Imel. Sudah banyak obat-obatan dikonsumsi, pengobatan alternatif, bahkan sampai ke orang pintar pun didatangi. Semua dilakukan dalam rangka ikhtiar mencari kesembuhan meski tak kunjung berbuah hasil baik dan semakin membuat mentalnya ambruk.

Imel juga sempat ke Singapura dan diberi tongkat oleh dokter untuk belajar berjalan dan disuruh berkumpul dengan teman-teman tunanetra lainnya. Dari keluarganya semakin sadar dan selesai, Imel adalah seseorang dengan disabilitas netra.

Lima tahun adalah waktu yang lebih dari cukup untuk Imel terus berada di rumah. Langkah kaki Imel membawanya masuk ke Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia) cabang Medan, sebuah perkumpulan yang mungkin tak pernah sama sekali dibayangkan.

Di sana Imel bertemu Linda, seorang tunanetra bergelar sarjana yang membuka penitipan untuk anak-anak difabel.

Bersama Linda dan kawan tunanetra lainnya, Imel mendirikan SLBG (Sekolah Luar Biasa Ganda) pada 2016. Proses Imel berperan sebagai guru tentunya sangat luar biasa. Ia dengan kelima tunanetra lainnya, mereka merintis sebagai pengajar sekaligus belajar memahami tantangan yang dihadapi para disabilitas.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com