Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agung Setiyo Wibowo
Author

Konsultan, self-discovery coach, & trainer yang telah menulis 28 buku best seller. Cofounder & Chief Editor Kampusgw.com yang kerap kali menjadi pembicara pada beragam topik di kota-kota populer di Asia-Pasifik seperti Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, Dubai, dan New Delhi. Founder & Host The Grandsaint Show yang pernah masuk dalam Top 101 podcast kategori Self-Improvement di Apple Podcasts Indonesia versi Podstatus.com pada tahun 2021.

Buku Cetak Sulit Digantikan "Ebook"

Kompas.com - 28/07/2023, 11:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA adalah salah satu negara dengan masyarakat "paling aktif" bermedia sosial di dunia. Tak mengherankan bila warganet Tanah Air kerap berhasil memviralkan sesuatu atau mencuri perhatian warganet dunia.

Sayangnya, Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan budaya membaca terburuk di dunia. Harus diakui atau tidak, masyarakat kita lebih cenderung menyukai YouTube, menonton televisi, atau "memelototi" media sosial.

Sejalan dengan fenomena tersebut, industri perbukuan di nusantara kian memprihatinkan. Hal itu dibuktikan semakin banyaknya toko buku yang berguguran hingga maraknya penjualan buku bajakan di marketplace.

Di sisi lain, keberpihakan pemerintah untuk menyejahterakan penulis profesional juga jauh panggang dari api. Salah satu indikatornya adalah tingginya pajak royalti buku.

Anak-anak zaman now menghabiskan berjam-jam saban hari untuk berselancar di dunia maya. Pada saat bersamaan, hasrat generasi muda untuk membaca buku agaknya kian mengenaskan.

Tak mengejutkan bila bangsa kita saat ini sangat mudah diadu domba, gampang "termakan" berita palsu (hoax), dan begitu aktif mengomentari apa saja meski minim pengetahuan.

Mengapa buku kian ditinggalkan?

Sejatinya buku cetak maupun buku digital penuh dengan pengetahuan dan kebijaksanaan. Buku memiliki kemampuan untuk membiarkan imajinasi kita mengalir tanpa batas.

Buku juga membantu kita mencapai wawasan dan perspektif baru. Bahkan seringkali membantu kita mengatasi situasi sulit dalam hidup kita.

Sayangnya, budaya membaca di negeri kita belum beranjak membaik meski sudah puluhan tahun terlepas dari era penjajahan. Hal ini agaknya diperparah dengan kuatnya budaya bertutur di berbagai daerah.

Kita semua menyadari manfaat membaca buku. Mulai dari membantu meningkatkan keterampilan komunikasi dan kosa kata, meningkatkan daya ingat, memudahkan proses tidur hingga menghilangkan stres.

Apa yang orang tidak sadari adalah manfaat membaca buku cetak dibandingkan buku digital (ebook).

Pertama, meningkatkan konsentrasi. Membaca buku fisik terbukti meningkatkan konsentrasi anak-anak, yang mungkin sering terganggu saat membaca buku elektronik.

Pasalnya, tingginya intensitas untuk beralih antaraplikasi dan gelombang notifikasi yang terus menerus dapat menyebabkan berkurangnya tingkat konsentrasi.

Studi yang dilakukan dengan 400 mahasiswa di 5 negara berbeda menemukan bahwa 86 persen lebih suka membaca teks yang lebih panjang di media cetak, dengan 92 persen mengatakan itu meningkatkan konsentrasi mereka.

Secara umum, buku cetak menawarkan lebih sedikit gangguan kepada pembaca. Dengan eReading, pengguna biasanya memiliki akses ke internet, dan oleh karena itu, jutaan potensi gangguan hanya dengan sekali klik.

Pembaca digital memang lebih cenderung menghabiskan waktu untuk memindai kata kunci daripada memahami keseluruhan teks yang mereka konsumsi.

Menurut temuan kajian yang dirilis Mental Floss, 67 persen siswa mengklaim bahwa mereka dapat melakukan banyak tugas dengan membaca secara digital, sementara hanya 41 persen yang menyatakan mereka dapat melakukan banyak tugas saat membaca buku cetak.

Kedua, mengurangi ketegangan mata. Buku elektronik lebih cenderung menyebabkan ketegangan mata dibandingkan dengan buku cetak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com