KOMPAS.com - Sampai saat ini, sampah masih menjadi persoalan di mana saja. Tak terkecuali di Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya agar sampah dapat diolah menjadi lebih bernilai.
Salah satu contohnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional atau Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan kapasitasnya terus meningkat.
Bahkan warga sekitar TPST merasa terganggu hingga beberapa kali melakukan penutupan di akses masuk ke TPST Piyungan.
Belum lagi persoalan sampah menumpuk di banyak tempat seperti di pingir jalan dan di perumahan-perumahan. Selain mengganggu, sampah yang menggunung itu potensial mengundang penyakit.
Baca juga: Kuliah Umum UPN Jogja Bahas Peran Humas dalam Hubungan Diplomatik Bilateral
Terkait hal itu, sebagai bagian dari program pengabdian kepada masyarakat, dosen Prodi Hubungan Masyarakat, Jurusan Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta (UPN Jogja), M. Edy Susilo, M.Si., dan tim mengadakan program pengolahan sampah.
Untuk percontohan, Edy mengambil tempat di Perumahan Pokoh Baru, Wedomartani, Ngemplak, Kabupaten Sleman, DIY.
"Di sini, kami membagikan pengetahuan tentang pengolahan sampah menjadi sesuatu yang berguna," ujar Edy dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/7/2023).
Adapun kegiatan pertama dilaksanakan pada Minggu (2/7/2023). Menurutnya, sampah yang ada di wilayah tersebut dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sampah anorganik dan sampah organik.
Sampah anorganik atau yang tidak dapat diurai seperti sampah plastik dikumpulkan dalam sebuah tempat yang disebut “Omah Botol”.
Tempat ini mirip dengan kandang ayam karena terbuat dari kawat strimin dan diletakkan di pinggir jalan perumahan, Para penghuni dipersilakan membuang sampah anorganik di sini.
Baca juga: Bahas Isu Jurnalisme Internasional, Mahasiswa UPN Jogja Kuliah Bersama Sputnik Rusia
Setelah “Omah botol” penuh, barulah pengurus akan menjual sampah itu kepada pengepul sampah. Dengan demikian, sampah tersebut akan memiliki nilai ekonomi dan bisa menambah kas di PKK setempat.
Sedangkan untuk sampah organik yang berasal dari sisa makanan atau dedaunan kering, diolah menjadi pupuk organik.
Untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat, tim pengabdian kepada masyarakat memilih narasumber yang ahli di bidang pembuatan pupuk organik, yaitu Ir. Heti Herastuti, M.P., yang merupakan Dosen Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN Jogja.
Masyarakat langsung diajarkan dengan praktik langsung atau demonstrasi untuk membuat pupuk organik.
Alat untuk membuat pupuk organik juga berasal dari dua buah kemasan bekas cat tembok ukuran 5 kilogram yang ditumpuk.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya