Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Lahir Pancasila, Rektor UGM: Momen Kenang Pejuang Bangsa

Kompas.com - 01/06/2023, 12:56 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - UGM melaksanakan upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di halaman Balairung UGM pada Kamis (1/6/2023).

Upacara dipimpin secara langsung oleh Rektor UGM, Prof. Ova Emilia yang diikuti oleh sivitas akademika UGM dan disiarkan melalui saluran YouTube UGM.

Baca juga: 23 Kampus Ditutup, akibat Jual Beli Ijazah dan Gunakan Dana KIP Kuliah

Prof. Ova mengatakan Pancasila terlahir sebagai satu kesatuan pemahaman nilai yang mencerminkan hakikat jati diri bangsa Indonesia.

Sebagai satu kesatuan nilai, Pancasila sekian lama telah menjadi landasan penting bagi setiap visi pembangunan, pengembangan IPTEK, pembentukan karakter bangsa, dan penentuan peran Indonesia di kancah global.

"Pancasila juga memiliki nilai keutamaan untuk menyatukan perbedaan. Ia terlahir dari rahim kemajemukan, dan telah menjadi nilai kepemilikan kolektif bangsa ini, bukan hanya milik dari dan untuk golongan mayoritas ataupun minoritas," ungkap dia dalam keterangannya.

Dia menyampaikan peringatan hari lahir Pancasila kali ini mengusung tema “Gotong Royong Membangun Peradaban dan Pertumbuhan Global”.

Gotong royong bukan sekedar jargon, tetapi hidup nyata dalam praktik keseharian masyarakat Indonesia.

Dia melahirkan semangat keutamaan bangsa ini untuk saling mengisi, berbagi, memberi, dan menghargai demi terwujudnya kemajuan dalam kebersamaan dan kekeluargaan.

Lanjut Prof. Ova menuturkan, arus globalisasi memberikan tantangan tersendiri bagi ketahanan ideologi Pancasila.

Globalisasi berpotensi memberikan konsekuensi terhadap pergeseran atas penghayatan nilai-nilai idelogi bangsa.

Dengan lahirnya ideologi alternatif yang tak selaras dan menyusupi segenap sendi-sendi bangsa, termasuk mereduksi semangat gotong royong yang telah menjadi karakter atau kekhasan mendasar negeri ini.

Menurutnya, liberalisasi dan kemudahan akses informasi juga membuka peluang tumbuhnya krisis multi dimensi.

Mulai dari merebaknya radikalisme, ekstremisme, budaya konsumerisme, kecenderungan menguatnya politik identitas, polarisasi sosial, hingga fragmentasi sosial berbasis SARA.

Belum lagi, kesenjangan sosial dan ketidakmerataan pembangunan juga berpotensi memunculkan berbagai riak-riak kekerasan yang bisa memicu konflik lebih besar.

Untuk merespons berbagai tantangan yang ada, Pemerintah telah menetapkan visi masa depan Indonesia sebagai "Negara Nusantara yang Berdaulat, Adil, Maju, dan Makmur" di tahun 2045.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com