KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Ukrida
UKRIDA Bagimu Negeri
Akademisi

Platform akademik Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) untuk menyebarluaskan gagasan dari para akademisi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat dan dipersembahkan bagi kemajuan negeri Indonesia.

Berkenalan dengan Akuntansi Berkelanjutan, Bidang Ilmu Akuntansi yang Berfungsi Menjaga Masa Depan Bumi

Kompas.com - 02/03/2022, 11:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Septian Bayu Kristanto

Dosen Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Krida Wacana

 

SEBELUM memulai pembahasan soal akuntansi berkelanjutan, kita awali pembicaraan dengan isu keberlanjutan lingkungan. Isu ini berkaitan erat dengan bidang keilmuan akuntansi berkelanjutan.

Keberlanjutan lingkungan merupakan salah satu isu hangat yang menjadi sorotan berbagai negara. Isu ini dibicarakan pada Conference of the Parties ke 26 (COP-26) di Glasgow, Skotlandia, pada akhir 2021.

Pada gelaran tersebut, Indonesia mendapat sorotan besar. Pasalnya, upaya pencapaian net zero emission pada 2060 dari pemerintah Indonesia dianggap responsif terhadap isu perubahan iklim, selain upaya pencegahan Covid-19.

Berdasarkan laporan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) 2021, Indonesia masih tercatat sebagai salah satu dari tiga negara dengan risiko bencana lingkungan tinggi, terutama banjir dan panas ekstrem. ADB juga mencatat bahwa pada 2050, kenaikan suhu di Indonesia berkisar 0,80 derajat Celcius hingga 1,40 derajat Celcius.

Catatan serupa juga dilaporkan oleh NASA Goddard Institute for Space Studies. Berdasarkan catatan tersebut, suhu Bumi mengalami peningkatan signifikan selama tujuh tahun terakhir.

Oleh karena itu, keberlanjutan menjadi topik utama untuk menyelamatkan Bumi.
Masalah keberlanjutan sejatinya sudah dicetuskan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 1987. Saat itu, PBB merilis laporan berjudul Our Common Future yang juga disebut the Brundtland Report.

Laporan tersebut menyoroti isu perubahan iklim secara global. Untuk mengatasi perubahan iklim, the Brundtland Report menekankan aksi pembangunan berkelanjutan dari pemerintah di segala aspek. Hal ini perlu dilakukan demi menjamin kehidupan generasi mendatang pada masa depan.

The Brundtland Report pada dasarnya memang mengutamakan peran pemerintah. Isu keberlanjutan diarahkan untuk menjaga Bumi tempat kita tinggal. Jika Bumi kita tidak sehat, kebutuhan dasar manusia juga akan terdampak.

Sementara itu, laporan lain yang disusun oleh analis lingkungan hidup dari BBC, George Harrabin, menemukan bahwa gaya hidup bermobilitas menjadi salah satu pemicu krisis iklim global. Pasalnya, gaya hidup ini memberikan dampak signifikan terhadap krisis energi.

Gaya hidup traveling meningkatkan konsumsi bahan bakar sehingga ikut berdampak pada peningkatan suhu Bumi. Tak tanggung, emisi karbon dari sektor transportasi menjadi penyumbang terbesar perubahan iklim. Sebanyak 70 persen emisi karbon disumbang dari moda transportasi udara. Sementara itu, hanya 10 persen emisi karbon berasal dari limbah rumah tangga. Kondisi ini akan semakin memprihatinkan jika tidak segera ditangani.

Tanggung jawab isu keberlanjutan

Lantas, siapakah yang harus bertanggung jawab dengan isu keberlanjutan? Pertanyaan ini tentu mudah terjawab: semua orang yang tinggal di Bumi bertanggung jawab akan isu tersebut.

Perubahan iklim dapat dicegah dengan mengubah gaya hidup menjadi berkelanjutan. Sebagai contoh, tiap individu dapat mengurangi jejak karbon serta mulai beralih menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT).

Dua upaya tersebut sedang digalakkan di Indonesia. Namun, aksi ini saja tidak cukup membantu. Pola gaya hidup carbon neutral sebenarnya sudah diajukan sejak COP-24. Salah satu contoh pengaplikasian gaya hidup tersebut adalah proyek carbon footprint dalam lingkup rumah tangga. Dalam jangka panjang, program ini bisa memperbaiki kondisi Bumi.

Dunia usaha dan bisnis juga wajib berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim. Berdasarkan laporan Carbon Disclosure Project (CDP) pada 2017, sebanyak 70 persen emisi karbon dunia disumbang oleh 100 perusahaan saja.

Sejumlah perusahaan besar yang termasuk daftar “Top 100” penyumbang emisi karbon adalah ExxonMobil, Shell, BHP Billiton, dan Gazprom. Laporan CDP itu juga mengajak konsumen lebih bijak dalam mengefisienkan konsumsi energi.

Dalam tingkat negara, konferensi perubahan iklim sudah dijalankan sejak 1998 dengan menelurkan kesepakatan Protokol Kyoto. Konferensi ini berlanjut sampai 2021 melalui penyelenggaraan COP-26. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah negara-negara di dunia dalam penanganan perubahan iklim.

Kebutuhan akan akuntansi berkelanjutan

Dengan peningkatan isu berkelanjutan, akuntan yang mampu menjaga nilai keberlanjutan pun akan semakin dibutuhkan, sebagaimana dikutip dari The Global Report Initiative (GRI). Pengembangan bidang keilmuan ini dikenal dengan akuntansi keberlanjutan atau sustainability accounting.

Akuntansi berkelanjutan merupakan salah satu bidang ilmu akuntansi modern. Bidang ilmu ini menganalisis dampak bisnis terhadap sosial dan lingkungan.

Pada bidang keilmuan akuntansi keberlanjutan, seorang akuntan tidak hanya terlibat dalam pencatatan dan pengambilan keputusan keuangan. Akuntan juga harus ikut menjaga kondisi lingkungan dan sosial. Ketentuan ini diatur dalam Badan Standar Akuntansi Internasional (International Financial Reporting Standard/IFRS) sebagai acuan untuk menjamin pencatatan yang akurat dari akuntan.

Seperti diketahui, operasional bisnis suatu perusahaan terhadap lingkungan dan sosial turut memengaruhi reputasi perusahaan tersebut. Hal ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan Cho et al, (2012).

Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa peningkatan reputasi bisnis perusahaan dipengaruhi oleh pengungkapan aksi sosial dan lingkungan. Usaha menjaga Bumi tersebut mendapatkan respons baik dari para konsumen. Perusahaan dapat beroperasi, tetapi juga menjaga Bumi tetap baik.

Pengungkapan aksi sosial dan lingkungan dilakukan perusahaan melalui Environmental, Social, and Governance Report (ESG Report) yang disusun oleh akuntan. Laporan ini berisi informasi aksi sosial, lingkungan, dan tata kelola perusahaan. Pada penyusunan laporan ESG, aksi menjaga Bumi lebih dikedepankan daripada finansial.

Dalam laporan ESG, perusahaan mengungkapkan besaran emisi karbon yang dihasilkan dalam proses bisnisnya. Pengungkapan emisi karbon memang berisiko bagi perusahaan. Akan tetapi, hal ini dapat meningkatkan kepercayaan konsumen.

Dari situlah, akuntansi berkelanjutan berfungsi sebagai penjaga proses bisnis agar tetap berjalan optimal sekaligus ikut memastikan Bumi tetap terjaga dengan baik.

Akuntan merupakan penggerak dalam bidang keilmuan akuntansi berkelanjutan. Akuntan tipe ini harus disiapkan sejak dini oleh perguruan tinggi. Dengan begitu, akuntan di masa depan tidak hanya mahir dalam pencatatan dan pelaporan akuntansi, tetapi juga dapat menganalisis dan peduli akan dampak bisnis perusahaan terhadap Bumi.

Saat ini, banyak sektor perindustrian memberi dampak negatif terhadap lingkungan. Di sisi lain, globalisasi dan bisnis digital mengedepankan profit. Oleh karena itu, peran akuntansi keberlanjutan akan semakin krusial.

Keputusan bisnis dan nonbisnis perusahaan harus dijaga akuntan. Kualitas laporan yang dihasilkan juga harus menjaga reputasi perusahaan. Akuntan memastikan informasi pada laporan ESG dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, sistem dari akuntansi berkelanjutan akan menyeimbangkan upaya agar bisnis tetap berjalan dan Bumi tetap sehat.

Soal laporan ESG, pemerintah Indonesia sudah menerbitkan regulasi. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 3 Tahun 2017 dan No 51 Tahun 2017, perusahaan publik dan keuangan diwajibkan menyusun laporan berkelanjutan. Pada laporan ini, informasi aksi sosial dan lingkungan wajib disertakan. Regulasi ini diharapkan dapat memberi dampak positif kepada Bumi.

Dari penjelasan-penjelasan yang telah disebutkan, akuntansi berkelanjutan bisa dikatakan menjadi terobosan dalam ilmu akuntansi. Bidang keilmuan ini dapat memberikan inovasi dalam bisnis sekaligus menjaga kondisi Bumi.

Belajar akuntansi bukan sekadar hitung-hitungan uang semata. Ilmu Akuntansi punya peran strategis dalam merawat Bumi dan masa depan kemanusiaan. Ayo belajar dan terapkan akuntansi berkelanjutan. Demi masa depan Anda dan Bumi yang kita tinggali ini.

Baca tentang

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com