KOMPAS.com - Calon wakil presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa program lumbung pangan nasional atau food estate hanya mengulang kegagalan program serupa pada masa Orde Baru.
Dilansir dari pemberitaan Kompas.comsebelumnya, hal itu disampaikan Muhaimin saat melakukan pertemuan dengan ulama lintas organisasi masyarakat di Sragen, Jawa Tengah, pada 5 Februari 2024.
Menurut Muhaimin, program strategis nasional untuk mengatasi krisis pangan itu gagal total sebagaimana program swasembada pangan zaman Soeharto.
"Solusinya (krisis pangan) mestinya petani dikasih pupuk, malah strateginya mengulangi Orde Baru, dulu Orde Baru ada yang namanya satu juta lahan gambut," kata Muhaimin.
Proyek yang disebut Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar pernah diterapkan di Kalimantan Tengah pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Dilansir Kompas.com, Soeharto menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 82 tentang Pengembangan Lahan Gambut untuk Pertanian Tanaman Pangan di Kalimantan Tengah.
Soeharto berencana mengembangkan lahan gambut seluas 1,45 juta hektar di Kalteng.
Rencana itu dilatarbelakangi penurunan luas area pertanian dari 16,6 juta hektar menjadi 13,4 juta hektar atau turun 19,47 persen selama 10 tahun (1983-1993).
Namun, menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), proyek itu akhirnya diputuskan berakhir dan gagal melalui Keputusan Presiden Nomor 33 tentang Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser yang ditandatangani Presiden BJ Habibie pada 1998.
Kegagalan tersebut disebabkan kurangnya kajian sosio-ekologis pada ekosistem gambut, sehingga proyek yang menyedot APBN hingga Rp 1,6 triliun itu gagal total.
Meski PLG Sejuta Hektar era Orde Baru terbukti gagal dan dihentikan, program sejenis yang populer disebut food estate kembali dimulai pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Program lumbung pangan nasional atau food estate sudah berjalan di Kalteng sejak 2019. Terdapat dua komoditas utama dalam program tersebut, yaitu padi di Pulang Pisau dan Kapuas, serta singkong di Gunung Mas.
Dilansir Kompas.com, Direktur Walhi Kalimantan Tengah Bayu Herinata mengatakan, untuk food estate komoditas singkong dari luasan yang menjadi Area of Interest (AoI) tahap pertama seluas 32.000 hektar tersebut, telah berdampak pada kerusakan lingkungan.
Luasan kawasan food estate di Kalteng ini, menurut Walhi, telah membuka kawasan hutan seluas kurang lebih 600 hektar.
Kerusakan lingkungan yang terjadi utamanya adalah banjir yang melanda desa-desa terdekat dari lokasi yang telah dibuka.