KOMPAS.com - Calon wakil presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, menyampaikan beberapa klaim dalam debat keempat Pilpres 2024, pada Minggu (21/1/2024).
Muhaimin menyinggung jumlah petani gurem dan dampak program lumbung pangan nasional atau food estate yang menimbulkan konflik agraria serta merusak lingkungan.
Klaim lain yang disampaikan yakni mengenai target bauran energi terbarukan (EBT), rendahnya anggaran untuk krisis iklim, persoalan tambang ilegal, penambangan nikel, dan dana desa.
Tim Cek Fakta Kompas.com memeriksa berbagai klaim yang disampaikan Muhaimin selama debat. Berikut rangkumannya.
Muhaimin menyebutkan, jumlah rumah tangga petani gurem saat ini mencapai 16 juta.
Ia mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam 10 tahun terakhir ada 3 juta rumah tangga petani gurem.
Hasil Sensus Pertanian (ST) 2023 Tahap I yang diselenggarakan BPS menunjukkan, petani gurem atau petani yang menguasai lahan di bawah 0,5 hektar semakin bertambah.
Petani gurem di Indonesia bertambah dari 14,25 juta rumah tangga pada 2013 menjadi 16,89 juta rumah tangga pada 2023.
Proporsi rumah tangga petani gurem terhadap total rumah tangga petani di Indonesia meningkat dari 55,33 persen pada 2013 menjadi 60,84 persen pada 2023.
Selengkapnya baca di sini.
Muhaimin mengatakan, program food estate menimbulkan konflik agraria dan merusak lingkungan.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Tengah, food estate komoditas singkong dari luasan Area of Interest (AoI) tahap pertama seluas 32.000 hektare berdampak pada kerusakan lingkungan.
Luasan kawasan Food Estate di Kalimantan Tengah ini, menurut Walhi, telah membuka kawasan hutan seluas kurang lebih 600 hektare. Kerusakan lingkungan utamanya banjir yang melanda desa-desa terdekat.
Selengkapnya baca di sini.
Muhaimin mengatakan, hilirisasi tambang tidak berdampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar.
Ia menyebutkan Sulawesi Tengah sebagai contoh. Pertumbuhan ekonomi Sulteng mencapai 13 persen, tetapi rakyatnya tetap miskin.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah tumbuh positif sebesar 13,06 persen secara tahunan atau year on year (yoy) pada triwulan III 2023.
Pertumbuhan ekonomi Sulteng banyak disumbang sektor tambang terutama nikel. Namun, nyatanya tambang tak bisa menekan angka kemiskinan dan bahkan menciptakan kesenjangan.
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Sulteng pada Maret 2023 sebesar 395.660 orang atau bertambah 5.950 orang dibandingkan dengan September 2022.
Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 12,41 persen, naik 0,11 persen ketimbang September 2022, dan naik 0,08 persen daripada Maret 2022.
Selengkapnya baca di sini.