KOMPAS.com - Pengungkapan dokumen Panama Papers tujuh tahun lalu, pada 3 April 2016, membuat kekayaan para konglomerat dari berbagai negara menjadi sorotan publik.
Dilansir Britannica, Panama Papers merujuk pada kebocoran 11,5 juta file dari database firma hukum offshore terbesar keempat di dunia, Mossack Fonseca, yang berbasis di Panama.
File tersebut mula-mula diperoleh oleh surat kabar Jerman, Suddeutsche Zeitung, dari sumber anonim, lalu dibagikan ke Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ).
ICIJ kemudian membagikan temuan tersebut dengan 107 organisasi media di 80 negara, termasuk surat kabar seperti Le Monde di Perancis dan The Guardian di Inggris. Media Indonesia yang terlibat dalam investigasi ini adalah Tempo.
Baca juga: Nama Luhut Binsar Pandjaitan di Pandora dan Panama Papers...
Selama setahun, tim yang terdiri dari sekitar 370 jurnalis mengakses dan meneliti file-file tersebut, menciptakan proyek jurnalisme investigasi internasional terbesar.
Investigasi ini dirahasiakan sepenuhnya oleh semua jurnalis hingga tanggal yang disepakati — 3 April 2016 — ketika laporan tentang Panama Papers dipublikasikan untuk pertama kalinya.
Panama Papers mengungkap bagaimana Mossack Fonseca telah membantu perusahaan dan individu dari lebih dari 200 negara dalam menyembunyikan uang mereka di rekening luar negeri, negara suaka pajak (tax haven), dan perusahaan cangkang.
Terungkap bahwa orang-orang super kaya di seluruh dunia memanfaatkan tax haven untuk menyembunyikan kekayaan, menghindari pengawasan publik, dan menghindari pajak.
Selain itu, terungkap penggunaan rekening luar negeri oleh tersangka kejahatan untuk mencuci pendapatan ilegal, dan oleh pihak-pihak yang berusaha menghindari hukum.
Dilansir The Guardian, para pemimpin nasional yang disebut dalam Panama Papers antara lain Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif, dan mantan Wakil Presiden Irak Ayad Allawi.
Ada pula Presiden Ukraina Petro Poroshenko, putra mantan Presiden Mesir Alaa Mubarak, dan Perdana Menteri Islandia, Sigmundur David Gunnlaugsson.
Dokumen itu juga mengungkap cara menghindari pembayaran pajak yang dijalankan dana investasi offshore milik ayah dari Perdana Menteri Inggris David Cameron.
Untuk menghindari keharusan membayar pajak, mereka menyewa sekelompok penduduk Bahama untuk menandatangani dokumen-dokumen perusahaan.
Baca juga: ICW Soroti 4 Menteri yang Masuk Panama Papers dan Paradise Papers
Dilansir Rappler, terdapat pula nama-nama orang Indonesia yang disebut dalam Panama Papers, seperti politisi partai Golkar Airlangga Hartarto, pebisnis Sandiaga Uno, dan Luhut Binsar Pandjaitan yang ketika itu menjabat Menko Polhukam.
Nama-nama itu disebut memiliki perusahaan cangkang di luar negeri. Namun, perlu dicatat bahwa memiliki perusahaan cangkang bukan berarti menghindari pajak. Banyak perusahaan membuat perusahaan cangkang untuk kepentingan bisnis.